Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi potensi cuaca ekstrem yang berisiko memicu bencana susulan di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan saat ini terdeteksi Meso Siklon Konvektif Kompleks (Mesoscale Convective Complex/MCC) di kawasan Samudra Hindia barat Sumatra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini perlu diwaspadai khususnya untuk wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan mayoritas wilayah Sumatera Barat," kata Guswanto, Kamis (27/11), melansir Antara.
MCC adalah sistem kumpulan badai petir berskala besar, semi-melingkar, berumur panjang, dan terorganisasi. Dampak MCC di antaranya hujan ekstrem, yakni curah hujan yang sangat tinggi dalam durasi panjang hingga angin kencang dan hujan es.
Oleh karena itu, menurut Guswanto potensi hujan sedang-sangat lebat masih dapat terjadi meskipun Siklon Tropis Senyar yang sebelumnya memicu bencana hidrometeorologi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah melemah.
Siklon Tropis Senyar merupakan Bibit Siklon Tropis 95B yang berkembang sejak 21 November 2025 di perairan timur Aceh, tepatnya di Selat Malaka.
Dampaknya dalam sepekan terakhir wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dilanda hujan setiap hari hingga memicu bencana banjir bandang disertai tanah longsor dengan dampak kerusakan signifikan di sejumlah kabupaten dan kota.
"Lalu ketika memasuki daratan Aceh, siklon tersebut tidak langsung punah dan sempat berputar dari Aceh Timur menuju Aceh Tamiang. Itulah mengapa dampaknya menjadi lebih dahsyat karena sistem itu sempat berada di daratan Sumatera," katanya.
BMKG menekankan meski Siklon Tropis Senyar telah melemah, keberadaan MCC dapat memperpanjang periode cuaca ekstrem yang memengaruhi intensitas hujan dan potensi bencana hidrometeorologi lanjutan.
Lembaga ini juga mengimbau pemerintah daerah, tim tanggap darurat, dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang, terutama di wilayah yang sebelumnya terdampak parah.
Menurut BMKG ada faktor selain Siklon Tropis Senyar yang membuat hujan ekstrem di wilayah tersebut. Salah satunya adalah gelombang Rossby Ekuator yang terpantau aktif di wilayah yang sama dan turut berkontribusi dalam meningkatkan intensitas curah hujan tersebut.
Selain itu, Siklon Tropis Koto, yang saat ini terbentuk di Laut Filipina, juga memberikan dampak tidak langsung berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat serta gelombang tinggi (1.25 - 4 meter) di perairan sebelah utara Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.
"BMKG memprakirakan perpaduan fenomena atmosfer skala global, regional, dan lokal masih akan mempengaruhi cuaca di Indonesia hingga sepekan ke depan," kata BMKG dalam keterangan resminya.
Pada skala global, Dipole Mode Index (DMI) saat ini tercatat bernilai −0.6, yang mengindikasikan potensi peningkatan pembentukan awan hujan, khususnya di wilayah Indonesia bagian barat.
Selain itu, kondisi La Nina lemah, yang ditandai dengan indeks Nino 3.4 Relatif sebesar -0.42 dan Southern Oscillation Index (SOI) sebesar +15.5, akan meningkatkan potensi hujan di wilayah Indonesia bagian timur.
BMKG juga mengungkap penguatan Monsun Asia serta dominasi komponen angin zonal baratan di wilayah Indonesia semakin meningkatkan pasokan uap air dari Samudra Hindia dan memicu pembentukan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kemudian, Madden-Julian Oscillation (MJO) diprediksi berada pada fase 6 (Western Pacific), namun secara spasial fenomena ini diperkirakan aktif di sebagian wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua.
Kombinasi antara MJO, Gelombang Kelvin, dan Gelombang Rossby Ekuator pada wilayah dan periode yang sama diprediksi akan terjadi di wilayah Selat Malaka, Samudera Hindia barat Aceh, dan Samudera Hindia selatan pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur.
"Fenomena tersebut diprediksi akan mendukung peningkatan pembentukan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut," ujar BMKG.
(dmi/dmi)