Organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-hak digital, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), menilai wacana pembatasan setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun media sosial untuk setiap platform tidak serta merta membuat ruang digital menjadi aman.
Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum tak menampik banyak penyalahgunaan akun media sosial untuk hal negatif dan bisa merugikan publik. Namun, menurut dia, alasan tersebut tidak dapat diterima dengan membuat gagasan membatasi 'satu orang satu akun media sosial'.
"Pembatasan akun media sosial belum terbukti akan bisa meminimalisasi penyalahgunaan media sosial, dan di sisi lain juga ini berpotensi melanggar hak atas privasi warga," ujar Nenden kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (20/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nenden menambahkan banyak warga yang memiliki lebih dari satu akun dan memanfaatkannya untuk kegiatan positif, misal untuk kepentingan bisnis, profesi dan komunitas.
"Jadi, jangan sampai memberi sanksi kepada publik yang lebih luas hanya karena ada beberapa akun saja yang kemudian menyalahgunakan media sosial seperti itu, dan tentu saja penyalahgunaan akun ini sebetulnya kan bukan serta merta masalah yang ada itu karena adanya akun ganda," imbuhnya.
Nenden memberi catatan apabila wacana 'satu orang satu akun media sosial' tersebut benar-benar diterapkan pemerintah. Dia menyoroti siapa nantinya yang berwenang melakukan verifikasi data, apakah platform digital atau pemerintah? Lalu bagaimana jaminann data-data digital warga tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak lain.
"Ini juga menimbulkan kendala lain gitu dalam konteks implementasi dan mekanismenya," kata dia.
Dia meminta pemerintah melihat konsekuensi yang akan terjadi apabila jadi menerapkan kebijakan tersebut, apalagihal tersebut berhubungan erat dengan hak atau privasi digital warga.
"Dan kami terus mendorong sebetulnya kalau memang berupaya untuk membuat ruang digital lebih aman tentu saja bukan hanya melalui pembatasan, tapi bagaimana untuk memberikan pengetahuan dan literasi yang jauh lebih baik kepada warga atas hak mereka di ruang digital dan juga bagaimana mereka harus menavigasi situasi di ruang digital. Dan itu hanya bisa dilakukan melalui pendidikan yang komprehensif," tegas dia.
"Jadi, mau semasif apa pun konten negatif, kalau warganya itu memiliki literasi yang baik, bisa tahu cara memverifikasi data sehingga tidak mudah ditipu atau tidak mudah terhasut," sambungnya.
Titik krusial
Nenden lantas menyoroti literasi digital, kejelasan regulasi hingga penegakan hukum yang tegas sebagai titik krusial mengatasi permasalahan yang ada.
Menurut dia, membatasi dengan hanya satu akun saja tidak akan efektif menekan penyalahgunaan media sosial. Belum lagi banyak celah yang bisa digunakan oleh orang-orang yang memang mempunyai niat jahat.
Di sisi lain, Indonesia juga masih mempunyai persoalan dalam integrasi data digital warga.
"Sebetulnya kan sudah ada banyak aturan yang saat ini bisa menyasar praktik-praktik kejahatan siber. Baik itu menyasar ke pengguna media sosial yang menyalahgunakan akunnya misalnya ataupun memang ke sindikat yang lebih luas yang menggunakan teknologi digital yang lebih luas," tutur Nenden.
"Cuma kan yang perlu dievaluasi tadi ya soal penerapannya seperti apa, karena kita melihat adanya inkonsistensi penegakan hukum sebetulnya," ucap dia menambahkan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria di sela acara Indonesia-UAE Government Experience Exchange Retreat, Jakarta, Senin (15/9), mengungkap kementeriannya tengah mengkaji pembatasan satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial.
Kajian tersebut dilakukan karena masih berkaitan dengan program Satu Data yang tengah dikerjakan pemerintah.
Menurut Nezar, gagasan tersebut bisa membantu menekan peredaran hoaks, ujaran kebencian, serta praktik scam di internet.
"Itu salah satu solusi dan kita lagi kaji sekian opsi yang intinya adalah untuk semakin memperkecil upaya-upaya scamming di dunia online kita dan juga untuk memudahkan pengawasan kita terhadap misinformasi, hoaks, dan lain-lain," ucap Nezar.
(ryn/fea)