Wamenkomdigi: Second Account Medsos Masih Memungkinkan

CNN Indonesia
Kamis, 18 Sep 2025 14:12 WIB
Wamenkomdigi Nezar Patria menyebut penggunaan second account masih memungkinkan menyusul wacana regulasi satu orang satu akun media sosial.
Wamenkomdigi Nezar Patria menyebut penggunaan second account masih memungkinkan menyusul wacana regulasi satu orang satu akun media sosial. (Foto: ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebut penggunaan second account masih memungkinkan menyusul wacana regulasi satu orang satu akun media sosial (medsos) yang terhubung dengan nomor ponsel.

"Second account, third account itu memungkinkan asal autentikasi dan verifikasi itu jelas," kata Nezar di Auditorium MM FEB UGM, Sleman, DIY, Kamis (18/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nezar mengklarifikasi soal gagasan mengenai regulasi satu orang hanya boleh memiliki satu akun medsos yang terhubung dengan nomor ponsel. Dia mengaitkan ini dengan aturan single ID.

"Jadi ada yang perlu diklarifikasi ya, jadi mungkin maksudnya soal kejelasan dalam soal registrasi menggunakan single ID," katanya.

Menurut Nezar, single ID ini bukan hal baru karena telah dicanangkan sejak lama dan sejalan dengan data governance di Indonesia yang memuat seperangkat regulasi macam Satu Data Indonesia, atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Skema single ID termuat melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 72 Tahun 2022 yang mengatur tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD) atau Digital ID.

"Jadi single ID merujuk kepada autentikasi dan verifikasi data kependudukan. Kenapa ini penting, ketika kita mau misalnya melakukan transaksi digital, misalnya nah itu kan harus ada verifikasi data, autentikasi data," jelasnya.

"Nah terkait dengan medsos, kalau misalnya single ID dan digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya enggak masalah. Dia mau punya akun medsos satu atau dua atau tiga sepanjang autentikasi dan verifikasinya itu bisa dilakukan," sambungnya.

Pemberlakuan single ID dan digital ID juga dimaksudkan mencegah peredaran konten-konten negatif, sehingga menciptakan ruang digital aman dan bertanggungjawab serta bermanfaat.

"Jadi tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Ini hanya untuk memitigasi dari seluruh risiko kalau ada konten-konten negatif. Jadi satu akun ini mungkin yang harus diklarifikasi, ini mungkin merujuk kepada single ID dan juga digital ID gitu," tegasnya.

Nezar menekankan, pemerintah juga sudah mengatur dari sisi hulu untuk tata kelola data pribadi ini, yakni melakukan pembatasan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) maksimal untuk tiga kartu SIM.

Sementara dari sisi hilir juga sudah ada regulasi dari platform medsos itu sendiri yang menertibkan konten-konten negatif beredar di tengah masyarakat.

"Misalnya ya boleh punya akun berapa gitu, tetapi harus ada traceability-nya (ketertelusuran) juga. Harus bisa di-trace ke single ID ataupun digital ID yang dimiliki. Sehingga kalau ada konten-konten yang negatif yang beredar, meresahkan masyarakat, melanggar norma-norma, itu ada pertanggungjawabannya," tutur dia.

Kebijakan untuk memberantas second account ini masih berupa wacana dan belum ada keputusan. Wacana ini muncul agar medsos tak dimanfaatkan oleh buzzer.

Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bambang Haryadi, dalam sesi doorstop wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9), sempat melemparkan wacana tersebut.

Pernyataan ini keluar saat Bambang ditanya mengenai isu liar di media sosial yang menyebutkan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mundur dari anggota DPR RI demi kursi menteri.

"Jadi kita kan paham bahwa social media itu benar-benar sangat terbuka dan susah, isu apa pun bisa dilakukan di sana. Kadang kita juga harus cermat juga dalam menanggapi isu social media itu," kata Bambang, dikutip dari Detikcom.

"Bahkan kami berpendapat bahwa ke depan perlu juga single account terintegrasi, jadi setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap platform media sosial. Kami belajar dari Swiss misalnya kan, satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, karena nomer telepon tersebut terintegrasi dengan fasilitas bantuan pemerintah, sosmed dan lain lain," imbuhnya.

Bambang mengatakan informasi yang disampaikan di medsos harus dapat dipertanggungjawabkan. Ia lantas menyoroti fenomena akun anonim dan buzzer yang belakangan ini marak berseliweran di berbagai platform medsos.

(kum/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER