Perusahaan teknologi asal China, BYD mengakui pihaknya tidak bersaing dalam fenomena perang harga mobil merek China di Indonesia.
Luther Panjaitan, Head of Public and Government Relations BYD Motor Indonesia mengatakan bahwa perang harga tidak efektif untuk mendongkrak penjualan dan BYD tidak ada di posisi itu.
"Bahkan saya harus akui BYD itu sama sekali tidak main di harga. Kami tidak mau ikut-ikutan persaingan harga yang nggak menentu yang tidak sustainable," kata Luther ditemui di PIK Jakarta, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Menurut Luther, strategi perang harga di mana banyak pabrikan menyunat banderol kendaraan serendah mungkin adalah akan muncul efek negatif di pasar mobil bekas, dan kondisi itu mencederai para pelaku usaha otomotif mobil bekas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Percaya tidak, yang dirugikan pada akhirnya adalah pemilik. Misalnya resale value artinya penjualan mobil bekasnya," ucapnya.
Luther melanjutkan, kemudian soal kualitas layanan terhadap konsumen, baginya sangat mustahil produsen dapat meningkatkan kualitas layanan bila mereka sibuk perang harga.
Lihat Juga : |
"Kita coba hitung-hitung secara bisnis dengan level harga segitu di mana sisi dia bisa menginvestasikan di pelayanan kepada customer," tuturnya.
"Jadi kami BYD adalah brand yang tidak mau masuk ikut-ikutan dalam pertarungan price war yang ujungnya adalah hanya menghancurkan industri, kedua, yang dirugikan adalah customer," ucap Luther lagi.
Ia menegaskan fenomena perang harga mobil China yang kini menjadi perhatian berujung akan merugikan banyak pihak, termasuk konsumen.
"Kami tidak mau. Kami tidak ingin masuk ke jurang pertarungan price war seperti itu. Hanya akan merugikan semua pihak," tutup Luther.
(ryh/mik)