Polda Jawa Tengah (Jateng) mengambil alih penyelidikan kasus kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), D (35) alias Levi yang ditemukan tanpa busana di sebuah hotel di Semarang beberapa waktu lalu.
Kasus itu yang menyeret anggota Polda Jateng, AKBP Basuki (56). Kini dia tengah diproses Bidpropam Polda Jateng, dan ditempatkan pada penempatan khusus (Patsus).
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan perwira menengah Polri dengan jabatan Kasubdit Dalmas Direktorat Samapta Polda Jateng itu dipatsus selama 20 hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus yang menimpa AKBP B, Pamen Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Tengah melakukan proses penyelidikan tindak pidana, apakah AKBP B telah melakukan pelanggaran tindak pidana dan melakukan proses penyidikan kode etik profesi Polri," kata Artanto di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kamis (20/11) seperti dikutip dari detikJateng.
Dari pemeriksaan sementara, kata Artanto, Basuki diketahui telah menjalani hubungan dengan korban sejak 2020 dan diduga tinggal satu atap tanpa ikatan perkawinan yang sah sejak saat itu. Hal itu pula yang kemudian menjadi faktor Basuki dipatsus Propam Polda Jateng sejak Rabu (19/11) kemarin.
"Pelanggarannya adalah yang bersangkutan tinggal dengan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah. Perbuatan oknum polisi ini adalah merupakan pelanggaran kode etik yang berat, karena menyangkut masalah kesusilaan dan perilaku di masyarakat," jelasnya.
"Menurut pengakuan AKBP B dengan saudari D, ini (hubungan berlangsung) kurang lebih dari tahun 2020. Namun ini harus dilakukan pemeriksaan kembali dan harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung," sambung Artanto.
Pihaknya pun masih mendalami soal korban bisa berada dalam satu Kartu Keluarga (KK) dengan AKBP Basuki. Ia mengatakan, penyidik meyakini ada hubungan spesial antara Basuki dengan korban.
"(Satu KK) Ini berkaitan juga dengan proses tindak pidana. Ini dalam proses penyelidikan di tindak pidana. Dan kita kan di ada dua proses penyelidikan, tindak pidana maupun proses kode etik profesi Polri," jelasnya.
"Kalau hal tersebut kita yakini iya karena mereka sudah berkomunikasi dan tinggal satu rumah dan itu sudah dibuktikan sudah dilakukan penyelidikan oleh Propam," imbuh Artanto menjawab soal hubungan asmara AKBP Basuki dan korban.
Pada kesempatan itu, Artanto mengonfirmasi bahwa AKBP Basuki memang berada satu kamar dengan korban dan mengetahui detik-detik kematian dosen tersebut. Namun, ia belum bisa membeberkan hasil pemeriksaan Basuki soal penyebab kematian korban.
"Yang bersangkutan satu kamar. Jadi AKBP B ini saksi kunci penyelidikan peristiwa pidana maupun kode etik ini. Bagaimana materi substansi dari perkara tersebut, tentunya ini masih dilakukan penyelidikan oleh Reskrim," tuturnya.
"Nanti dari hasil autopsi akan disampaikan penyebab kematian. Ini juga akan menentukan apakah ini merupakan kematian akibat dari perilaku tindak pidana atau bukan," sambungnya.
Sebelumnya, kasus itu ditangani Polrestabes Semarang. Namun, pada Rabu (19/11), usaiberaudiensi dengan mahasiswa Untag yang meminta kejelasan terkait kasus tersebut, Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagiomengatakan kasus itu diambi alih pihaknya.
"Kami telah melakukan koordinasi dan bekerja sama dengan pihak Polrestabes dan Polsek yang awal menangani, dan hari ini untuk kasus ini sudah kami lakukan penanganan di tingkat Polda," kata Dwi di Mapolda Jateng,Rabu lalu.
Ia mengatakan, kasus itu saat ini masih dalam proses penyelidikan. Barang bukti telah disita, para saksi yang berada di TKP juga dimintai keterangan guna mengetahui apakah terdapat unsur pelanggaran pidana oleh AKBP B, saksi kunci kematian Levi di salah satu hotel di Kecamatan Gajahmungkur, Senin (17/11) lalu.
Ia pun mengaku belum mendapat hasil autopsi korban dari RSUP Dr Kariadi. Ia belum berkenan mengatakan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan dalam kematian korban.
"Saya belum mendapatkan hasil autopsi secara tertulis. Kalau sudah mendapatkan, akan kita minta keterangan dokter tersebut.Saya tidak bisa menyatakan A, B, C, biar dokter yang menyatakan," ujarnya.
Lihat Juga : |
Sementara itu, kakak korban, Vian (36) mengatakan, pertama mengetahui kabar kematian korban sejak Selasa (18/11) dari pihak kampus. Dia berharap kasus tersebut segera terungkap.
"Kami ingin peristiwa ini terungkap transparan dan jelas," kata Vian kepada awak media di kompleks DPRD Jateng.
Ia mengungkap, adiknya itu merupakan sosok yang tertutup, sehingga meski mengetahui korban sudah tak satu KK dengan dirinya, ia tak pernah bertanya. Dia mengaku baru tahu almarhumah adiknya tak lagi satu KK dengan dirinya kala mengurus dokumen pascawafatnya ibu mereka.
"Pada saat saya mengurus ketika ibu saya meninggal, itu kan saya urus KK baru, di situlah saya kaget ketika hanya nama saya yang keluar di situ. Tahun 2024. (Ditanyakan ke adiknya?) Nggak, karena orangnya tertutup," ujarnya.
Vian juga mengaku tak mengetahui apakah adiknya memiliki riwayat penyakit maupun hubungan dengan AKBP B, yang menjadi saksi kunci. Belakangan, ia mengetahui bahwa adiknya masuk dalam KK milik Basuki.
"Kurang begitu paham. Karena nggak pernah cerita, termasuk terkait AKBP B itu," ucapnya.
Vian juga menjelaskan, saat adiknya meninggal, AKBP B sempat mengirimkan foto kepada kakak ibunya yang tinggal di Purwokerto. Namun, sebelum foto itu sempat disimpan, pengirim dengan nomor tak dikenal itu langsung menarik atau menghapus pesannya.
Hal itu pun mengundang kecurigaan pihak keluarga, kata Vian, sehingga mereka harap autopsi dapat mengungkap kejanggalan penyebab kematian adiknya.
Kuasa Hukum keluarga korban, Zaenal Abidin 'Petir' menambahkan, keluarga korban meminta Polda Jateng mengungkap kasus tersebut secara transparan. Pihak keluarga disebut ingin mengetahui keterlibatan AKBP B yang saat itu berada di lokasi kejadian.
"Polda Jateng jangan sampai menutup-tutupi. Apalagi AKBP B sama almarhum ini satu KK. Jadi AKBP B sebagai suami, kemudian istri, anak, dan D dengan status famili lain," ungkapnya.
"Sudah punya keluarga, tapi masukkan nama wanita lain di KK, pelanggaran ini. Kalau mau bantu supaya (korban) jadi domisili Semarang, kan ada cara lain," lanjutnya.
Ia juga menyoroti Basuki yang disebut sempat menolak menyerahkan laptop milik korban. Berdasarkan berbagai kejanggalan yang ada, pihaknya pun mengaku akan maju ke langkah hukum
"Polda Jawa Tengah harus terbuka. Propam juga harus melakukan penyelidikan secara maksimal. Supaya bersih, Polda Jawa Tengah kan beberapa kali sedang tidak baik-baik saja," kata Zainal.
Baca berita lengkapnya di sini.
(kid)