Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkap isi pembahasan saat mengunjungi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (22/10).
Ia menyampaikan, kunjungannya membahas sejumlah persoalan strategis di instansinya serta upaya pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik pertanahan.
Topik pertama yang dibahas adalah transformasi pelayanan publik di Kementerian ATR/BPN. Penerbitan sertifikat tanah jadi pembicaraan karena mendapat banyak keluhan masyarakat tentang kerawanan pungutan liar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelayanan di tempat kami ini 80 persen adalah pelayanan publik. Isunya ada dua: lama waktunya tidak terukur, dan ada punglinya," ujar Nusron di KPK, Selasa (22/10).
Nusron hendak meminta masukan dan koordinasi agar pelayanan publik di ATR/BPN menjadi lebih cepat, bersih, akurat, dan tetap prudent.
"Kami ingin membedah bersama bagaimana pelayanannya bisa cepat, bersih tapi tetap akurat dan kompatibel, supaya ke depan tidak ada celah untuk digugat orang lain," tambahnya.
Kemudian topik kedua adalah alih fungsi lahan pertanian, terutama di Pulau Jawa, yang dinilai mengancam ketahanan pangan nasional. Nusron menyoroti maraknya konversi sawah menjadi kawasan industri, perumahan, atau pariwisata.
"Kalau sawahnya hilang, produksi pangannya berkurang. Kalau berkurang, nanti kita impor lagi. Padahal Pak Presiden punya program ketahanan pangan," jelasnya.
Untuk itu, Nusron meminta dukungan dan pengawasan dari KPK agar kebijakan pengendalian alih fungsi lahan dapat dijalankan secara tegas dan bersih.
"Kami minta koordinasi, ayo bantu kawal kami sama-sama menahan laju alih fungsi lahan," ucapnya.
Pembahasan ketiga, kata Yusron, membicarakan penanganan tumpang tindih sertifikat tanah di kawasan Jabodetabek.
Nusron menyoroti masih banyaknya lahan yang memiliki dokumen ganda, seperti sertifikat PPAT, Girik, Petok D, hingga Letter C.
"Kalau ada pembebasan jalan tol atau eksekusi pengadilan, sering muncul klaim ganda. Ini menandakan administrasi pertanahan kita dulu belum baik," katanya.
ATR/BPN bersama KPK akan mencari langkah perbaikan agar permasalahan serupa tidak berulang di masa mendatang.
Sebagai kesimpulan, Nusron menyebut pembahasan dengan KPK difokuskan untuk menelusuri akar persoalan yang berpotensi menimbulkan korupsi di tubuh ATR/BPN. Ia menegaskan, solusi harus menyentuh dua aspek: sistem dan sumber daya manusia.
"Kami diskusi membedah anatomi penyakit di tubuh ATR/BPN yang berpotensi menimbulkan korupsi. Kami bersama-sama mencarikan obat dan dokter yang mujarab untuk mengatasinya. Obatnya apa? Sistem. Dokternya siapa? SDM yang punya integritas," tegasnya.