Penyidik Polda Sulawesi Tenggara menetapkan dua orang tersangka kasus pengadaan kapal mewah senilai Rp 9,9 miliar tahun anggaran 2020, yaitu mantan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), AS dan Direktur CV Wahana, saudari AL.
"Kasus ini merupakan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran belanja modal pengadaan alat-alat angkutan di atas air bermotor penumpang dengan nilai kontrak Rp9.982.500.000 yang bersumber dari APBD Provinsi Sultra tahun anggaran 2020 pada Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sultra," Kapolda Sultra Irjen Pol Didik Agung Widjanarko dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/9).
Kasus ini bermula dari paket belanja modal pengadaan alat angkutan di atas air bermotor penumpang yang dilelang dan dimenangkan oleh CV Wahana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari nilai pagu Rp12,18 miliar, kontrak pengadaan ditetapkan sebesar Rp9,98 miliar dengan jangka waktu pekerjaan 60 hari kalender," ungkapnya.
Namun dalam pelaksanaannya, kata Didik kapal yang dipasok adalah Azimut buatan Italia tahun 2016, berbendera Singapura dan berstatus impor sementara.
"Pengadaan kapal tersebut tidak sesuai aturan pengadaan yang mewajibkan barang asli, baru dan bukan rekondisi," ujarnya.
Kemudian dilakukan pembayaran pada 23 Juli 2020 dengan nilai Rp 8,93 miliar, setelah dipotong pajak. Dari jumlah itu, Rp 8,05 miliar dipakai membeli kapal dan Rp 100 juta diberikan kepada tersangka AL sebagai fee peminjaman perusahaan dan Rp 780 juta diambil oleh seorang pria bernama Idris sebagai penghubung.
"Fakta ini menegaskan penyalahgunaan anggaran dalam proses pengadaan," katanya.
Hasil audit BPKP Wilayah Sultra menemukan kerugian negara sebesar Rp8,05 miliar atau total lost dari proyek tersebut.
"Kerugian itu muncul karena pengadaan dilakukan tidak sesuai ketentuan serta penggunaan kapal bekas yang tidak memenuhi syarat. Keduanya diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan dalam proses pengadaan," tegasnya.
Atas perbuatannya, keduanya dijerat pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Ancaman hukuman dalam pasal ini berupa pidana penjara minimal 4 tahun hingga maksimal seumur hidup serta denda hingga Rp1 miliar," ujarnya.
(mir/vws)