Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan merespons gugatan Muhammad Sulhadrianto Agus (29) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar atas dampak dari aksi 29 Agustus yang berujung pada pembakaran kantor DPRD Sulsel dan Makassar yang menewaskan tiga orang staf.
"Iya, kita hargai upaya-upaya itu, karena semua punya hak," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto kepada wartawan, Senin (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didik menerangkan pihak kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa yang berujung pada kantor DPRD Sulsel dan Makassar dibakar massa telah bekerja secara maksimal
"Tapi perlu saya sampaikan bahwa kepolisian sudah berusaha maksimal dan dengan penuh pertimbangan," ungkapnya.
Didik menerangkan saat ini pihaknya masih terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku pembakaran kantor DPRD Sulsel dan Makassar.
"Kalau memang ada upaya hukum tentu kepolisian atau Polda Sulsel juga berusaha dengan upaya-upaya hukum," katanya.
Gugatan terhadap Polda Sulsel tersebut disampaikan melalui kuasa hukum, Muallim Bahar, ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
"Gugatan ini berkaitan dengan penanganan aksi unjuk rasa yang mengakibatkan terbakarnya dua kantor DPRD serta menyebabkan beberapa orang meninggal dunia," kata Muallim Bahar kepada wartawan, Senin (8/9).
Muallim menerangkan kliennya mengajukan gugatan tersebut setelah menilai pihak kepolisian dalam hal ini Polda Sulsel tidak melakukan sebuah langkah-langkah preventif agar dapat mencegah terjadinya kerusuhan pada Jumat (29/8) kemarin.
Padahal, pihak kepolisian seharusnya sudah dapat memprediksi potensi terjadinya kerusuhan pada malam itu, berdasarkan hasil laporan dari pihak intelijen.
"Seharusnya data intelijen sudah mengetahui potensi kejadian tersebut. Namun, pada saat peristiwa berlangsung, masyarakat tidak melihat adanya kehadiran dan penanganan dari kepolisian," ungkapnya.
Akibat peristiwa tersebut, kerugian material ditaksir mencapai Rp500 miliar. Kemudian kerugian immaterial seperti trauma dan hilangnya rasa aman diperkirakan senilai Rp300 miliar.
"Karena itu, kami mengajukan gugatan kerugian material sebesar Rp800 miliar. Angka ini jelas dan akan kami buktikan di pengadilan. BPPD Kota Makassar merilis kerugian hampir Rp500 miliar, sementara pemerintah provinsi mengusulkan anggaran Rp223 miliar ke Kementerian PUPR untuk membangun kembali gedung DPRD Sulsel. Kerugian masyarakat sangat besar," jelasnya.
Kerusuhan tersebut, kata Muallim, tidak hanya menimbulkan kerugian materil, tetapi juga memakan korban jiwa.
"Tiga warga Kota Makassar meninggal dunia di sekitar kantor DPRD Kota Makassar. Mereka hanya datang untuk mencari kerja, namun nyawanya hilang. Ini jelas pelanggaran HAM," ujarnya.
Muallim menegaskan langkah menuntut Polda Sulsel ini berdasarkan pasal 30 ayat (4) UUD 1945, Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, serta Perkap Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan aksi unjuk rasa.
"Langkah ini adalah langkah konstitusional. Daripada saling menyalahkan, lebih baik kepolisian mempertanggungjawabkan semuanya di persidangan," katanya.
Sementara itu terkait kasus pembakaran gedung DPRD yang terjadi di tengah gelombang demo Agustus lalu, Polda Sulsel sudah menangkap 32 orang, dan menetapkan tersangka.
"Iya sekarang sudah ada 32 orang ditangkap," kata Didik.
"Sudah ditetapkan sebagai tersangka," sambungnya.
Sementara ini, penyidik kepolisian masih terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku dan otak dari aksi pembakaran tersebut.