Presiden Prabowo Subianto merespons gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah beberapa waktu belakangan.
Dalam pernyataan pers di Istana Merdeka, Minggu (31/8), Prabowo menyampaikan beberapa hal di antaranya menghormati dan terbuka terhadap kebebasan penyampaian pendapat
Namun, menurut dia, peristiwa yang terjadi belakangan juga mengarah pada gejala tindakan-tindakan melawan hukum, mengarah pada makar dan terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun meminta polisi dan TNI untuk mengambil tindakan terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi.
Prabowo juga menyatakan DPR RI akan mencabut sejumlah kebijakan bagi anggota, termasuk besaran tunjangan dan kunjungan kerja ke luar negeri.
Beberapa anggota DPR RI yang membuat pernyataan keliru, kata dia, juga telah dinonaktifkan.
"Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi murni secara damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti," kata Prabowo, Minggu (31/8).
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai pernyataan-pernyataan Prabowo hanya mampu meredakan gejolak di masyarakat untuk sementara waktu.
Ia mengibaratkan saat ini Indonesia sedang mengalami demam. Pernyataan Prabowo itu akan meredakan demam.
"Ibarat kata, kita ini lagi demam. Nah sekarang ya istilah kata ini peredanya paracetamol. Tapi kita belum menemukan sebenarnya kita ini sakit apa, flu, batuk, atau ada sakit yang lebih serius," kata Agung saat dihubungi, Selasa (2/9).
Oleh karena itu, kata dia, akar muasal demam atau penyebab gejolak di masyarakat harus dicari tahu dan ditangani secara serius, tak cukup hanya dengan pidato.
Ia mengatakan harus ada reformasi kelembagaan DPR RI dan reformasi kepolisian dalam penanganan demonstrasi agar tidak terjadi gejolak serupa di kemudian hari.
"Kita juga perlu kemudian mengevaluasi program-program pemerintahan yang memang itu bisa direlokasi untuk difokuskan ke bidang-bidang lain yang lebih membutuhkan dengan situasi ekonomi seperti sekarang," ujarnya.
Agung mengingatkan adanya bom waktu jika tidak ada perubahan mendasar dari lembaga-lembaga setelah gelombang demonstrasi beberapa waktu belakangan.
"Akan jadi bom waktu dan akan meledak lagi kalau enggak ada perubahan mendasar. Jadi jangan terlena, karena ini bisa terakumulasi lagi dan pada suatu momen bahaya bagi stabilitas kita secara keseluruhan," ujarnya.
Di sisi lain, Agung juga menyoroti soal pernyataan Prabowo terkait makar dan terorisme.
Menurutnya, pernyataan itu disampaikan Prabowo agar masyarakat juga waspada jangan sampai aksi protes selama ini ditunggangi pihak tertentu.
"Supaya tidak memicu kericuhan, kerusuhan, konflik horizontal. Kita nggak mau masyarakat lawan masyarakat di bawah gara-gara ada situasi yang tidak kondusif di bawah. Akhirnya timbul penjarahan, pembakaran, dan seterusnya," kata Agung.
Terpisah, Direktur Imparsial Ardi Manto menilai pernyataan Prabowo jauh dari substansi dan tidak menyinggung akar kemarahan publik yang terjadi akhir-akhir ini.
Menurut dia, pernyataan Prabowo cenderung mensimplifikasi persoalan menjadi personal pada pribadi-pribadi anggota DPR, yang memang tidak cakap dalam menyerap aspirasi dan pikiran rakyat.
Ia berpendapat ada dua akar persoalan di masyarakat.
Pertama, ketimpangan ekonomi yang disebabkan distribusi kekayaan negara yang hanya terkonsentrasi pada segelintir elit oligarki. Lalu rakyat dipajaki tinggi, sementara elite mendapat gaji dan tunjangan tinggi.
Kedua, sikap represif negara terhadap protes atau suara rakyat, baik yang dilakukan oleh Polisi maupun TNI.
"Perlu diingat, bahwa di luar dari kasus Affan, publik juga mencatat bagaimana negara menggunakan TNI dalam merampas berbagai sumber daya masyarakat," kata Ardi.
Ia mengatakan kebebasan berserikat dan berekspresi publik akan terancam karena Prabowo mengizinkan militer terlibat dalam menjaga situasi keamanan.
Menurutnya, hal itu seolah memberi pesan kepada publik bahwa negara akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang kritis.
Pelibatan militer, kata dia, seperti pesan simbolik Prabowo kepada pihak-pihak yang kritis selama ini.
"Asumsi Presiden tersebut justru untuk melegitimasi pembungkaman terhadap suara kritis masyarakat. Jadi masyarakat yang masih kritis akan dapat dianggap makar atau melakukan teror sehingga akan ditindak secara tegas," katanya.
(yoa/isn)