Koalisi Sipil Tolak Upaya Penerapan Status Darurat Usai Gelombang Demo

CNN Indonesia
Selasa, 02 Sep 2025 06:27 WIB
Koalisi masyarakat sipil menolak status darurat di Indonesia, menegaskan pentingnya kebebasan berekspresi dan perlindungan rakyat dari kekerasan aparat.
Koalisi sipil menolak pemberlakuan darurat di Indonesia setelah gelombang demonstrasi di Indonesia terjadi pada 25-31 Agustus 2025. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi II menolak upaya meningkatkan eskalasi keamanan negara melalui pemberlakuan status darurat di Indonesia usai gelombang demonstrasi terjadi 25-31 Agustus 2025

Koalisi masyarakat sipil yang digawangi ICW, Imparsial, TII, Democratic Judicial Reform (Dejure), Green Peace International, Centra Initiative dan Amnesty International menyatakan status darurat tidaklah diperlukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melibatkan militer di luar urusan pertahanan atas nama Keamanan Nasional untuk turun menangani ekspresi kebebasan berpendapat akan menempatkan rakyat sebagai musuh," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Senin (1/9).

Koalisi menyampaikan penerapan status darurat akan membenarkan pelibatan militer dalam tata kelola keamanan dalam negeri.

Oleh karena itu, Koalisi menolak penggunaan isu keamanan nasional dan pelibatan militer serta mendesak negara tetap meletakkan militer dalam fungsi konstitusional, yaitu sebagai alat negara dalam melaksanakan kebijakan strategis pertahanan.

Lalu, koalisi menyatakan bahwa negara wajib menghindari segala bentuk pembatasan terhadap kebebasan berekspresi.

Koalisi menegaskan bahwa konstitusi melindungi ekspresi keresahan rakyat melalui berbagai bentuk demonstrasi.

"Tewasnya sopir ojol Affan Kurniawan, sampai dengan yang terakhir tewasnya mahasiswa Yogyakarta Rheza Shendy adalah simbol kegagalan negara melindungi rakyat," kata Direktur Centra Initiative Al Araf.

Koalisi pun mendesak negara menghentikan kekerasan aparat dan menghukum siapa pun aparat terlibat melakukan kekerasan, penangkapan sewenang-senang, penyiksaan hingga pembunuhan yang tidak sah.

Selain itu, koalisi juga menyatakan bahwa seluruh polemik ini berakar dari gagalnya negara dalam memahami derita rakyat yang berakar dari kebijakan pajak, lapangan kerja, bahan pokok, proyek strategis yang merusak lingkungan, hingga tunjangan wakil rakyat dan penanganan unjuk rasa.

Lalu, hal tersebut kian diperburuk oleh pernyataan dan perilaku pejabat yang melukai rasa keadilan.

"Ini adalah akar masalah yang harus dipecahkan karena melebarkan kesenjangan sosial dan ketidakadilan," kata Sekjen Transparansi Internasional Indonesia.

Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita sebelumnya telah membantah narasi yang menyebutkan adanya dugaan cipta kondisi untuk menerapkan keadaan darurat militer.

Hal itu menyusul beredar di media sosial narasi yang menyebutkan demo di-setting ricuh hingga dugaan pembiaran penjarahan rumah sejumlah pejabat negara agar dapat menyatakan status darurat militer.

Tandyo justru menanyakan kembali apa yang kemampuan TNI miliki hingga bisa menciptakan kondisi.

"Saya kira apa yang kemampuan TNI untuk mencipta kondisi? Kita kan di belakang terus, di belakang Polri," kata Tandyo di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (1/9).

(mnf/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER