Sejumlah warga hingga pengurus wilayah mengaku tak pernah menaruh rasa curiga terhadap aktivitas pada bangunan kontrakan di Plumbon, Banguntapan, Bantul, DIY yang diduga digunakan untuk aktivitas judi online (judol).
Lokasi bangunan berdinding triplek tersebut tepatnya di Jalan Dahlia, RT 11, Plumbon, Banguntapan. Luasnya hanya sekitar 3x3 meter dan letaknya berada di gang sempit, menempel ke sebuah gudang.
Berdasarkan pantauan, situasi bangunan tampak sepi. Pintu berwarna oranye dengan tulisan 'staff only' dalam kondisi tertutup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudy (29) salah seorang penghuni rumah kost yang lokasinya berseberangan dengan gudang mengaku tak pernah tahu jika bangunan tersebut ternyata menjadi sebuah markas pelaku judol.
Bahkan, Rudy mengaku benar-benar baru tahu jika bangunan tersebut dipakai untuk kegiatan judi online setelah didatangi sejumlah wartawan hari Jumat (8/8) siang ini juga.
"Saya malah tahunya dari sampean-sampean," kata Rudy.
Dia hanya bilang pernah melihat beberapa orang lalu lalang ke bangunan tersebut. Termasuk sejumlah unit sepeda motor yang terparkir di sebelah utara gudang ketika malam hari. Tapi, ia juga tak pernah berinteraksi dengan orang-orang tersebut.
Seorang warga lain yang tinggal di sisi barat 'bangunan judol' juga mengaku baru tahu soal semua hal ini setelah geger pemberitaan melalui media. Klaim dia, masyarakat sekitar termasuk dirinya tak pernah bersyak wasangka terkait aktivitas dalam rumah itu.
"Tahunya ya itu buat jualan-jualan online, tapi ya warga nggak pernah curiga," kata seorang warga yang enggan disebutkan identitasnya itu.
Pengakuan serupa diungkap Sutrisno, ketua RT 11. Dia baru mendapat kabar dari salah seorang warga bahwa bangunan tersebut telah digrebek polisi karena dipakai untuk aktivitas judol sekitar 4 hari lalu. Padahal, keterangan Polda DIY menyebutkan penggerebekan dilakukan tanggal 10 Juli 2025 lalu.
Sementara sepengetahuannya, untuk giat polisi di lingkungan semacam operasi penggerebekan ini semestinya dikoordinasikan dengan pengurus wilayah setempat.
"Nggak ada pemberitahuan dari pihak berwajib tahu-tahu ada viral (pemberitaan) itu," kata Sutrisno ditemui di kediamannya, Jumat.
Selama ini, Sutrisno mengetahui rumah itu dipakai untuk operasional kantor cabang salah satu operator layanan ojek online (ojol). Dia tak pernah suuzan sedikit pun lantaran memang tidak sekalipun mendapati kegiatan 'aneh-aneh' dari orang-orang di dalam bangunan.
Bukan cuma Sutrisno, karena selama setahun menjadi ketua RT dirinya juga tak pernah satu kali pun mendengar keluhan dari warganya perihal aktivitas di dalam bangunan termaksud.
"(Warga komplain ke RT) nggak pernah, nggak pernah. Saya tahu informasi setelah kejadian ini dari warga yang dekat rumahnya, kalau itu operasional itu di situ sudah satu tahun lebih. Tetapi karena nggak ada kecurigaan apa-apa ya nggak ada laporan sama saya juga," lanjutnya.
Di lain sisi, Polda DIY menyebut terbongkarnya kasus ini bermula dari adanya laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas judi di sebuah rumah. Kalimat polisi ini membuat Sutrisno bertanya-tanya.
"Pertanyaannya, lha wong di sini aja sebelahnya aja nggak ada yang tahu, kok (terbongkar berkat) laporan dari warga. Warga di sini nggak ada yang tahu," ujar Sutrisno.
"Jadi kalau di konferensi pers Polda itu ada laporan warga itu, saya ya cuma tanda tanya aja. Lha wong warga sini nggak ada yang tahu, itu fakta. Saya bicara apa adanya. Saya nggak tahu warga dari mana lah yang laporan itu," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Ditreskrimsus Polda DIY mengamankan lima orang pelaku judol yang diduga mengakali sistem promo situs judol. Kelima pelaku diamankan melalui aksi penggerebekan di sebuah rumah, daerah Banguntapan, Bantul, Kamis (10/7) lalu.
Kasus ini menjadi viral di mana masyarakat atau warganet mempertanyakan siapa sosok pelapor dalam perkara ini.
Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto menegaskan bahwa proses penindakan kelima pelaku aktivitas judol ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian.
"Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar bahwa ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi tersebut dikembangkan oleh kami yang bekerjasama dengan intelijen, kemudian kami tindaklanjuti secara profesional," ujar Slamet dalam keterangan yang diterima, Rabu (6/8) petang.
Kata Slamet, kelima pelaku tertangkap basah oleh petugas ketika tengah melakukan judi online. Mereka menjalankan praktik judol dengan cara mengumpulkan dan memanfaatkan situs-situs yang menawarkan promosi untuk pengguna baru.
Slamet melanjutkan, kasus ini telah masuk ke tahap penyidikan sebagai bentuk komitmen Polda DIY melakukan penegakan hukum terhadap segala bentuk perjudian dan tindak pidana daring.
Dirreskrimsus Polda DIY AKBP Saprodin sementara menuturkan, terbongkarnya aktivitas judi kelima pelaku adalah hasil tindak lanjut kepolisian atas laporan masyarakat, bukan berkat laporan bandar judol.
"Bukan (pelapor bukan bandar)," kata Saprodin ditemui di Mapolda DIY, Sleman, DIY, Kamis (7/8).
Saprodin memastikan, kepolisian tak memiliki relasi apalagi bekerjasama dengan bandar judol. Ia pun tak mengetahui kebenaran informasi berkembang di media sosial yang menyebutkan bandar dirugikan kelima pelaku dalam kasus ini.
"Itu (merugikan bandar) asumsi dari mana? (Yang beredar di media sosial) itu kan membias," ucap Saprodin.
"Jadi asumsi-asumsi, selama saya belum menemukan alat bukti yang cukup, saya tidak berani komentar," sambungnya.
(kum/sfr)