Kasus pembunuhan anggota polisi oleh atasannya kembali terjadi dan menyita perhatian publik. Pengungkapan kasus yang berjalan lama dikhawatirkan membuat polisi tak transparan.
Anggota Bid Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigadir Muhammad Nurhadi (MN) tewas karena diduga dianiaya. Ia ditemukan tewas di dasar kolam Vila Tekek di Gili Trawangan, Lombok Utara pada Rabu (16/4) lalu.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyebut kasus ini bermula bermula ketika korban bersama dua atasannya yakni Kompol IMY dan Ipda HC berada di vila. Pada saat itu, mereka mendatangkan dua perempuan asal Jambi yakni P dan M.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kemudian menggelar pesta dan salah seorang dari mereka memberikan sesuatu yang diduga narkotika untuk diminum korban. Sebelum pukul 20.00 WITA, mereka berlima berendam di kolam.
Sementara aksi penganiayaan terhadap Nurhadi terjadi pada rentang waktu pukul 20.00 hingga 21.00 WITA. Sebelum ditemukan tewas, Nurhadi disebut mencoba merayu salah satu dari dua perempuan yang dibawa.
Ahli forensik Universitas Negeri Mataram Arfi Syamsun mengungkapkan korban tewas akibat dicekik lantaran ditemukan patah tulang pada tulang lidah korban.
Sejumlah luka ditemukan pada jasad korban yang tersebar di kepala, tengkuk, punggung, dan kaki, terutama kaki bagian kiri, berupa luka lecet gerus, luka memar, dan luka robek.
Arfi menyimpulkan Nurhadi masih hidup saat masuk ke dalam air, meski dalam keadaan pingsan. Kematian Nurhadi disebut akibat tenggelam, namun cekikan diduga sebagai penyebab korban tak sadarkan diri.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga orang tersangka yakni Kompol IMY, Ipda HC dan seorang perempuan. Kendati demikian, hingga saat ini polisi belum bisa memastikan siapa pelaku yang diduga menganiaya Nurhadi hingga akhirnya tewas.
Selain itu, kedua atasan korban yang telah ditetapkan jadi tersangka masih belum ditahan walaupun diklaim telah diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai lambatnya pengungkapan kasus Brigadir MN menjadi pertanda masih adanya impunitas di internal Polri.
Bambang menyebut adanya faktor impunitas terhadap pelaku pidana yang merupakan anggota kepolisian menjadi penyebab utama lambatnya penyidikan kasus kematian Brigadir MN.
Padahal, kata dia, dalam kasus tersebut dimana pelaku merupakan seseorang yang memiliki pemahaman terkait tindak pidana, proses penyelidikan harus dilakukan secara cepat dan cermat.
Ia khawatir jika penanganan dilakukan secara berlarut-larut akan ada banyak fakta-fakta pembunuhan yang dihilangkan oleh kedua pelaku selaku atasan korban.
Oleh karenanya, ia menilai hal yang wajar apabila akhirnya publik mencurigai adanya kemungkinan OOJ di kasus kematian Brigadir MN akibat lamanya penyidikan.
Bambang menyebut semakin banyak waktu yang terbuang justru hanya akan menambah banyak asumsi liar publik terhadap kepolisian. Sekaligus memperkuat dugaan ada sesuatu yang sedang coba disembunyikan oleh Polda NTB.
"Semakin lama Polda NTB tidak merilis pelaku hanya akan memunculkan asumsi ada sesuatu yang disembunyikan. Makanya kecepatan dan kecermatan itu penting dilakukan," tuturnya.
Di sisi lain, Bambang juga menyoroti pernyataan polisi yang masih belum mengetahui pelaku penganiayaan terhadap korban. Pasalnya ketika menetapkan sebagai tersangka, harusnya penyidik sudah mengetahui peran dari para pelaku.
"Aneh juga. Penetapan tersangka harus dengan alat bukti yang cukup. Kalau alat bukti cukup, harusnya peran dari masing-masing tersangka sudah jelas," tuturnya.
Oleh sebab itu, ia mendorong agar pengungkapan kasus kematian Brigadir MN melibatkan dan diawasi pihak yang lebih independen ketimbang Polda NTB.
Menurutnya jajaran Bareskrim, Propam dan Itwasum Polri harus turun tangan untuk mengusut kasus pembunuhan Brigadir MN secara terang benderang. Pelibatan pihak eksternal juga harus dilakukan sebagai bentuk transparansi.
"Divpropam Mabes Polri, Irwasum, Kompolnas wajib diikutkan dalam pengusutan kasus ini. Dan tak menutup kemungkinan Komnas HAM juga disertakan," pungkasnya.
Lihat Juga : |
Senada, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menyoroti pengakuan Polda NTB soal belum diketahuinya pelaku penganiayaan Brigadir MN.
Seharusnya, kata dia, dengan penetapan tersangka sudah bisa dipastikan siapa pelaku yang harus bertanggung jawab atas kematian korban beserta barang buktinya.
"Menetapkan tersangka itu seharusnya bisa menunjukkan pelaku yang bertanggung jawab atas kematian korban," ujarnya.
Oleh karenya, Fickar menilai yang saat ini penting didorong adalah agar memastikan kasus tersebut diteruskan hingga ke pengadilan.
Pasalnya dalam persidangan itulah seharusnya proses dan pelaku penganiayaan terhadap korban Brigadir MN dapat terungkap dan diperiksa oleh Majelis hakim.
"Bagaimana tindakan yang mematikan dan apa buktinya, itu yang akan diperiksa di pengadilan. Karena itu tugas kita mendorong agar kasus ini sampai ke Pengadilan," tuturnya.
Anggota Kompolnas Mochammad Choirul Anam mengatakan kasus itu harus segera diselesaikan dan menjadi satu komitmen bersama. Baik dari sisi kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan.
"Kasus ini dapat diproses dalam satu skema yang akuntabilitas dan transparan," kata Anam.
Dia juga meminta kasus itu segera dijelaskan rekonstruksi peristiwanya seperti apa. Tak hanya itu, kata dia, namun juga segera dapat masuk ke meja hijau untuk membuatnya lebih jelas.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Polisi Syarif Hidayat menerangkan bahwa hasil autopsi dari ekshumasi makam menjadi acuan penyidik menetapkan tiga tersangka dalam kasus kematian Brigadir MN alias Nurhadi.
"Kami tidak mengejar pengakuan terhadap pelaku. Patokan kami hasil ekshumasikarena ahli yg melihat dan memeriksa almarhum, beranggapan bahwa kasus ini bisa berlanjut," kata Syarif Hidayat dalam konferensi pers di Markas Polda NTB, Mataram, pekan lalu, seperti dilansir Antara.
Syarif menyampaikan pelaku penganiayaan yang menyebabkan Brigadir MN meninggal dunia masih dalam penyidikan lebih lanjut dari penetapan tiga tersangka.