Warga di Jalan Teluk Nibung, Kelurahan Perak Utara, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya dihantui ketakutan karena permukiman mereka yang berdekatan dengan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) atau Depo Pertamina di Jalan Perak Barat.
Ketakutan yang mengendap selama bertahun-tahun kini mulai terasa nyata setelah peristiwa kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, yang menimbulkan banyak korban.
Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, antara depo Pertamina dengan puluhan rumah di sepanjang Jalan Teluk Nibung hanya dipisahkan dengan jalan kampung selebar 4-5 meter, dan tembok setinggi 5 meter. Radiusnya diperkirakan sekitar 30 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di belakang rumah-rumah itu masih ada permukiman padat penduduk. Sejauh mata memandang di sana di area padat penduduk itu, jalannya memiliki lebar sekitar 1-2 meter atau hanya bisa dilalui sepeda motor.
![]() |
Salah satu warga di sana, Mistiah (68), menyebut ketakutan warga muncul setelah mereka menyaksikan berita betapa ngerinya kejadian kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, yang menghanguskan rumah warga di Kampung Tanah Merah.
"Ya takut sebenarnya, karena saya lihat di televisi itu besar sekali kebakarannya [Plumpang]," kata Mistiah, Selasa (7/3).
Rumah Mistiah berada di pinggir jalan dan persis menghadap langsung ke tangki bahan bakar. Ia mengaku sudah 30 tahun lebih tinggal di kampung itu.
Sejak awal dia pindah ke kampung itu, Depo Pertamina Perak memang sudah berdiri. Mistiah pindah ke Teluk Nibung setelah menikah dengan sang suami. Saat ini Mistiah yang sudah memiliki beberapa cucu mengaku tak terbersit sedikitpun pikiran untuk pindah rumah.
"Ya gimana lagi, sudah 30 tahun [tinggal di Jalan Teluk Nibung]," ucapnya.
Warga lainnya, Mai (41), mengaku begitu khawatir. Ia takut kejadian kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, juga terjadi di kampungnya.
"Ya Allah, saya lihat di berita-berita [kebakaran Depo Plumpang] itu, Ya Allah kasihan anak kecil jadi korban," kata Mai.
Mai sudah tinggal di permukiman padat penduduk Kampung Perak Utara itu sejak 2002 silam. Ia berpindah-pindah kontrakan, di sekitar kampung Perak Utara dan Jalan Teluk Nibung.
"Sudah lama sekali sejak 2002. Ngontrak. Ketakutan memang ada, tapi gimana lagi sudah lama tinggal di sini," tuturnya.
![]() |
Jazuli (46) mengungkap salah satu ketakutannya karena di tembok-tembok pembatas antara komplek Depo Pertamina Perak dengan jalan kampung ada banyak warga mendirikan dapur, warung, hingga bengkel.
"Di dekat tembok [depo] juga dibuat masak-masak, ini kan bahaya kalau beledos (meledak)," ucap Jazuli.
Meski demikian, dia dan keluarganya terpaksa tinggal di kampung itu dengan alasan pekerjaan. Lagi pula ia mengaku tak punya biaya lagi bila harus pindah.
"Mau pindah kemana, kan pakai biaya lagi, pekerjaan semua disini, tempat usaha juga di sini. Ya mudah-mudahan aman," ujar dia.
Sementara itu seorang warga pendatang Mahud (48), mengaku tak begitu memikirkan lokasi tempat tinggalnya yang berdekatan dengan tangki Depo Pertamina.
Selain itu, menurutnya, berita soal kebakaran Depo Pertamina Plumpang juga tidak jadi perbincangan antarwarga di kampungnya.
"Nggak [khawatir] biasa saja. Kalau misalnya ada apa kan sama-sama [bersama warga lainnya]," kata Mahud.
Pertamina Patra Niaga Jatim, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) mengklaim lokasi Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) atau Depo Pertamina di Jalan Perak Barat, Surabaya, yang berdekatan dengan permukiman warga, sudah sesuai standar tata ruang dan tata kota.
"Kalau dilihat gambar yang diambil sekilas angle [tangki dan rumah warga] dekat, tapi kalau dilihat dari aerial view itu masih masuk dalam batasan standar Amerika, 30 meter dari tangkinya," kata Taufiq Kurniawan, Section Head Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/3).
Taufiq menuturkan Depo Pertamina Perak atau yang disebut Integreted Terminal Surabaya Group memiliki luasan kurang lebih 14 hektare. Tempat ini mampu menampung 225.000 kiloliter gasoline, gasoil dan avtur di 37 tangkinya.
Terminal ini, kata dia, sudah ada sejak 1960-an. Letaknya yang berdekatan dengan pelabuhan itu sudah disesuaikan dengan tata kota dan tata ruang wilayah untuk menunjang penerimaan material BBM, yang vital bagi konsumsi masyarakat Surabaya dan Jatim.
Menurutnya terminal ini menjadi daya tarik masyarakat karena potensi ekonomi yang ditimbulkan. Maka muncul tempat usaha, hingga permukiman warga, yang makin lama letaknya kian mendekat ke depo ini.
"Bahwa memang kalau di mana-mana terminal BBM itu jadi magnet baik secara ekonomi maupun secara letaknya, keberadaannya misalnya pekerja yang bekerja di situ kemudian membutuhkan, ada yang kos, laundry dan tempat makan. Sehingga pasti lambat laun permukiman warga itu mendekat ke arah situ karena melihat potensi yang ada dari terminal," ucapnya.
Jika sudah begitu, maka Menurut Taufiq, masyarakat yang tinggal di sekitar depo, sudah sepatutnya paham akan risiko yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi.
"Mereka yang tinggal disitu sudah seharusnya sadar akan risiko yang suatu saat mungkin timbul. Hanya saja ini ada insiden Plumpang, ini jadi momen recall sudah amankah kita tinggal di sini, ini kembali ke penataan ruang wilayah dan kota," katanya.
(frd/kid)