LIPUTAN KHUSUS

Tiga Nama Satu Nisan, Alarm Krisis Lahan Makam di Jakarta

Yogi Anugrah | CNN Indonesia
Senin, 01 Feb 2021 08:00 WIB
Lahan makam untuk penggalian liang kubur baru di Jakarta kian menipis. Pemakaman tumpang menjadi pilihan untuk menyiasati kekurangan lahan di sejumlah TPU.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Yogi Anugrah)

Krisis lahan pemakaman di ibu kota semakin pelik seiring merebaknya wabah virus corona (Covid-19). Jika merujuk data total pemakaman di Jakarta yang dipublikasikan di corona.jakarta.go.id, sejak 1 Maret 2020 hingga 21 Januari 2021, total ada 49.994 pemakaman jenazah umum di Jakarta.

Dari data tersebut, terlihat bahwa angka pemakaman umum harian terendah di DKI tercatat berada di angka 28. Sementara tertinggi dalam sehari pernah menyentuh 281 orang.

Total 49.994 pemakaman umum itu, di luar data pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 yang mencapai 12.830 pemakaman sejak Maret 2020 hingga Januari 2021.

Dengan demikian, rata-rata terjadi 153 pemakaman jenazah umum setiap harinya di Jakarta dalam kurun waktu Maret 2020 hingga 21 Januari.

Dalam satu data laporannya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta menghimpun faktor penyebab kematian warga di DKI dalam tiga tahun terakhir. Dari laporan itu, faktor terbanyak, yaitu karena sakit biasa atau karena usia tua.

Terkait penduduk usia tua sendiri, ibu kota mencatatkan angka hingga jutaan orang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta pada 2019, jumlah penduduk dengan usia di atas 60 tahun di Jakarta mencapai 1.281.152 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga menyatakan satu petak makam membutuhkan lahan sekitar 5,5 meter persegi. Angka itu didapatkan dari rincian 1,5x2,5 m petak makam, ditambah luasan sarana dan prasarana.

Jika rata-rata 153 orang yang dimakamkan di Jakarta dalam satu tahun terakhir, maka didapatkan kebutuhan lahan makam di DKI Jakarta sebanyak 841,5 meter persegi setiap hari, atau jika dalam setahun sekitar 307.147,5 meter persegi.

Persoalan Lahan Makam

Nirwono menyatakan persoalan lahan makam di Jakarta bukan lah barang baru. Ada tiga faktor yang menurutnya menjadi penyebab kurangnya lahan untuk peristirahatan terakhir tersebut.

Faktor pertama, karena masifnya pembangunan di tengah kota yang akhirnya menggusur TPU-TPU. Sepanjang 1980 sampai 1990 lahan makam tergusur pembangunan. Nirwono menyebut pemerintah dan masyarakat menganggap makam di tengah kota seram, angker, dan tak punya nilai ekonomi.

"Karena kesan itu, kalau ada pembangunan makam dikorbankan," kata Nirwono saat dihubungi, Senin (18/1).

Faktor kedua, kata dia, adalah karena cara memakamkan yang masih konvensional. Artinya, satu lubang untuk satu jenazah.

"Di luar Covid-19 saja yang dimakamkan 90 sampai 110 sehari. Kalau berpikir satu lubang untuk jenazah, pasti akan tidak cukup," ujarnya.

Kemudian faktor ketiga, lanjut Nirwono, karena pengadaan lahan makam di DKI yang berjalan sangat lambat. Menurutnya, lahan yang tersisa kini adalah lahan mati yang sulit diolah hingga akses susah.

"Karena cari lahan di kota pasti enggak mungkin, biasanya cari pinggiran, itu juga pilihannya juga tidak dekat pemukiman warga," katanya.

Dengan persoalan lahan makam ini, Nirwono menyampaikan beberapa solusi yang bisa dilakukan Pemprov untuk mengakhirinya. Solusi itu dimulai dengan mendata ulang seluruh TPU di DKI.

"Dari data ini kita bisa tahu TPU mana yang bisa direvitalisasi, mana yang tidak, mana yang harus tumpang," kata dia.

Terkait tumpang, ia juga mengusulkan agar Pemprov membuat kebijakan bahwa metode itu merupakan keharusan yang dilakukan oleh suatu keluarga, jika telah ada anggota lainnya yang sudah meninggal dan dimakamkan di suatu TPU.

"Kalau dalam Perda (Nomor 3 Tahun 2017) itu disarankan, harusnya diwajibkan. Dengan diwajibkan itu, juga memudahkan bagi warga, mereka punya jaminan lahan di TPU itu," ujarnya.

Metode tumpang, menurut Nirwono, sangat efektif untuk menghemat lahan makam. Ia menyebut satu TPU bisa menghemat 25 sampai 35 persen jika menerapkan metode tumpang.

"Itu gimana kalau 82 TPU. Itu bisa mengurangi penggunaan lahan makam" katanya.

Selain itu, Nirwono mendorong Pemprov untuk melakukan pelayanan kremasi. Menurutnya, tindakan tersebut semakin mungkin dilakukan dengan banyaknya angka kematian saat pandemi Covid-19.

"Solusi ketiga, bagi warga DKI yang ingin dimakamkan di luar daerah, itu dipermudah (oleh Pemprov)," ujarnya.

Nirwono juga mengusulkan Pemprov bekerja sama dengan pemerintah daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk membuat TPU bersama.

"Misal konsep kayak TPU Bantar Gebang. Di Kabupaten Bekasi atau Tangerang, itu kan luas. Dengan konsep kerja sama begitu, tidak akan susah," tuturnya.

Selain beberapa hal itu, ia juga mengusulkan solusi yang menurutnya cukup ekstrem, yakni memanfaatkan pulau-pulau reklamasi.

"Kita punya lahan reklamasi. Pulau-pulau reklamasi dijadikan RTH. TPU itu kategorinya adalah RTH. Tinggal nanti penataannya dibuat sebagus mungkin. Saya yakin kalau dijadikan RTH lebih akan diterima masyarakat dibanding dijadikan pusat komersial," katanya.

Tak Hanya Persoalan DKI

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menyatakan persoalan makam, tak hanya terjadi di Jakarta. Riza menyebut ketersediaan tanah saat ini juga untuk pembangunan gedung, jalan, waduk, hingga taman.

"Kan itu kompleksitas masalah ibu kota di seluruh dunia, termasuk tanah untuk pemakaman," kata Riza menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com, Jumat (22/1).

Namun demikian, ia menyatakan Pemprov sudah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ketersediaan makam bagi masyarakat.

"Kami sudah mengatur batasannya, wilayahnya, luasnya, yang pada prinsipnya pasti semua akan kita layani dan disiapkan tanahnya," ujarnya.

(fra/wis)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER