Setiap kali bencana terjadi di sebuah negara, peran dan sosok pemimpin akan disorot.
Sejauh mana mereka bisa mengatasi bencana?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut para pejabat yang mundur gara-gara bencana yang tak bisa ditanggulangi.
Perdana Menteri Jepang Naoto Kan harus mengundurkan diri karena dianggap tak memperlihatkan jiwa kepemimpinan saat terjadi tsunami yang menyebabkan krisis nuklir di Jepang pada 2011 silam. Meski sebelumnya, Kan berniat akan mundur terkait pengesahan tiga rancangan Undang-Undang tentag energi terbarukan, yang akhirnya disahkan Agustus 2011.
Namun popularitas Kan makin anjlok setelah bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang. Pada tanggal 2 Juni bahkan dia menghadapi mosi tidak percaya di parlemen Jepang, Diet, sehingga dia tidak punya pilihan kecuali berjanji akan mengundurkan diri di kemudian hari.
Bencana ini memang luar biasa, tugas berat berupa upaya rekonstruksi yang terbesar di Jepang sejak Perang Dunia II dan memecahkan krisis di reaktor Fukushima, yang sampai membocorkan radiasi.
Belum lagi diperlukan lagi upaya untuk meyakinkan pasar bahwa dia bisa mengatasi perbedaan di parlemen sehubungan dengan utang besar yang ditanggung Jepang, seperti dilaporkan wartawan BBC Roland Buerk dari Tokyo. Namun Kan memilih mundur.
"Di bawah situasi yang keras, saya merasakan sudah melakukan semua hal yang harus saya lakukan," katanya.
Insiden robohnya atap supermarket Maxima di Latvia, membuat Perdana Menteri Valdis Dombrovskis mengundurkan diri pada bulan November 2013 lalu. Insiden itu memang memakan korban nyawa tidak sedikit, 54 orang.
"Mempertimbangkan tragedi yang terjadi dan semua hal terkait, sebuah pemerintahan baru dibutuhkan, tentu dengan dukungan besar dari parlemen," ucap Dombrovskis sembari menahan air mata, seperti dilansir AFP, Kamis (28/11/2013).
"Oleh karena itu, saya telah mengajukan pengunduran diri saya dari jabatan Perdana Menteri," imbuhnya.
Insiden yang terjadi pada 21 November tersebut merenggut 54 nyawa. Atap supermarket Maxima ambruk saat supermarket.
Banjir bandang yang melanda wilayah sekitar Laut Mati di Yordania pada 2018 silam membuat 21 nyawa melayang. Mereka yang meninggal dunia terbanyak adalah anak-anak sekolah.
Dua menteri Yordania, Menteri Pariwisata Lina Annab dan Menteri Pendidikan Azmi Mahafzah, dituding sebagai pejabat yang harus bertanggungjawab sebab gagal dalam mengatasi kondisi darurat. Tak kuasa menahan tekanan publik, keduanya pun mengundurkan diri.
Penguduran diri keduanya kemudian diterima dan dikabulkan Raja Yordania Abdullah II. Menteri Annab dalam twitternya sudah menyatakan bahwa "situasi politik dan cuaca secara umum, dan duka mendalam dari negeri yang saya cintai, saya akan bertemu Raja dan menyatakan pengunduran diri."
"Semoga rakyat Yordania dan Raja diberikan keberkahan oleh Tuhan," dikutip dari Al Jazeera.
(imf/bac)