Sejumlah media asing menyoroti pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang oleh DPR pada Selasa (18/11).
Media yang berbasis di Singapura, Straits Times, merilis artikel berjudul Indonesia Sepakati Perombakan Besar-Besaran Hukum Acara Pidana pada Selasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di paragraf pertama, media itu menulis legislator Indonesia mengesahkan revisi besar-besaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Revisi ini menurut mereka akan memodernisasi sistem peradilan yang sudah ketinggalan zaman dan diselaraskan dengan KUHAP baru yang mulai berlaku pada 2026.
Straits Time juga menulis perombakan ini menandai revisi terbesar kerangka peradilan pidana Indonesia sejak empat dekade lalu. Perubahan tersebut mencakup segala hal mulai dari investigasi hingga penegakan hukum.
Perombakan itu juga mengkonsolidasikan kewenangan investigasi di bawah kepolisian nasional dan memperluas kewenangan penegakan hukum untuk bertindak tanpa surat perintah dalam situasi mendesak.
UU tersebut juga bisa membekukan rekening bank dan aset digital yang memungkinkan penyidik, jaksa, atau hakim memblokir transaksi keuangan atau rekening elektronik selama penyelidikan.
Undang-undang ini memperkenalkan beberapa mekanisme yang umum dalam sistem hukum modern, termasuk tawar-menawar pembelaan (plea bargaining), kerangka kerja yang lebih jelas bagi kolaborator keadilan, dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku kejahatan korporasi yang bertujuan meningkatkan kepatuhan dan efisiensi dalam penegakan hukum kejahatan korporasi.
Para legislator mengatakan perubahan ini akan membantu mengurangi penumpukan perkara di pengadilan dan mendekatkan prosedur hukum Indonesia dengan standar internasional.
Media yang berbasis di Amerika Serikat, Bloomberg, juga menulis laporan berjudul Indonesia Setujui Reformasi Besar-besaran Hukum Acara Pidana.
Bloomberg juga mencantumkan komentar para aktivis dan organisasi sipil yang menolak pengesahan KUHAP baru itu.
"Pembahasan RUU ini gagal membahas pasal-pasal yang bermasalah dan samar yang memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan," demikian menurut koalisi organisasi sipil.
Lihat Juga : |
Media yang berbasis di Austria, The Australian, merilis artikel berjudul RUU Indonesia Picu Kekhawatiran Polisi.
The Australian menyebut perombakan besar-besaran ini menuai kritik tajam dari para kritikus. Mereka menilai akan membuat penegakan hukum jadi tak terkendali.
Berdasarkan konstitusi Indonesia, presiden punya waktu 30 hari untuk menandatangani RUU; jika tidak, RUU tersebut secara otomatis menjadi undang-undang.
(isa/bac)