Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan mobilisasi besar-besaran untuk memperluas Milisi Bolivarian Nasional sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem pertahanan negara.
Dilansir stasiun televisi pemerintah VTV, Maduro menyebut langkah ini diambil sebagai respons meningkatnya kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di kawasan Karibia. Ia menegaskan Venezuela tengah memperkuat basis milisi rakyat dengan struktur baru.
Untuk pertama kalinya, sebanyak 15.751 basis pertahanan rakyat dan 5.336 unit milisi komunal akan digerakkan secara nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maduro mengklaim warga terus mendaftar lewat platform digital. Kata dia, jumlah anggota diperkirakan lebih 8 juta orang, di mana sekitar 4,5 juta di antaranya sudah terlatih selama bertahun-tahun.
"Keberanian rakyat Venezuela menginspirasi dunia," kata Maduro seperti dilansir dari Anadolu, Jumat (5/9).
"Kami menghadapi arus ekstremis dan tendensi Nazi dari utara yang mengancam perdamaian Amerika Selatan dan Karibia serta terus menyerang hak-hak rakyat kami," sambungnya.
Pengumuman Maduro ini muncul di tengah eskalasi hubungan Caracas dengan Washington.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya menandatangani perintah eksekutif untuk meningkatkan operasi militer dalam memberantas kartel narkoba di Amerika Latin.
Selama lebih dari satu dekade, otoritas AS menuding Maduro memimpin jaringan narkotika 'Cartel de los Soles' yang disebut bertanggung jawab atas penyelundupan narkoba.
Bahkan, pada 25 Juli lalu, Departemen Keuangan AS menetapkan kartel tersebut sebagai organisasi teroris global.
Tak lama berselang, pada 8 Agustus, pemerintah AS juga menggandakan hadiah bagi siapa pun yang memberi informasi hingga berujung pada penangkapan atau vonis Maduro, dari US$25 juta menjadi US$50 juta.
Maduro membalas ancaman intervensi dengan pernyataan keras pada 18 Agustus.
"Kami akan mempertahankan wilayah laut, udara, dan daratan kami. Kami akan membebaskannya, menjaganya, dan melindunginya. Tak ada imperium yang bisa menyentuh tanah suci Venezuela maupun melanggar tanah suci Amerika Selatan," tuturnya.
Situasi semakin memanas setelah pada 28 Agustus, militer AS yang terdiri atas kapal selam dan tujuh kapal perang dilaporkan bergerak menuju kawasan Karibia, mendekati perairan Venezuela.
(dis/dmi)