Integrated Food Security Phase Classification (IPC) pada Jumat (22/8) merilis laporan yang menyatakan bahwa bencana kelaparan saat ini benar-benar terjadi di Jalur Gaza, Palestina.
Lembaga pemantau kasus kelaparan global tersebut secara resmi menetapkan bahwa Gaza City dan sekitarnya dilanda bencana kelaparan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Al Jazeera, ini merupakan kali pertama IPC mengonfirmasi bencana kelaparan di Jalur Gaza. Sebelumnya, laporan IPC hanya memperingatkan bahwa Gaza berada di ambang kelaparan.
IPC adalah lembaga yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menentukan tingkat kerawanan pangan di seluruh dunia.
Data yang disediakan IPC sangat penting dalam mencegah krisis pangan di masa mendatang serta untuk mencegah kasus kelaparan.
Data ini juga dapat mendorong komunitas internasional untuk bertindak segera dalam mencegah terjadinya kelaparan atau mengakhiri kelaparan jika sudah terjadi.
Proses pengklasifikasian bencana kelaparan cukup rumit dan melibatkan beberapa tahapan, dengan masukan dari berbagai badan dan kelompok. Hasil dari masukan-masukan tersebut selanjutnya diserahkan kepada Komite Peninjau Bencana Kelaparan yang terdiri dari pakar-pakar keamanan pangan, nutrisi, serta mortalitas internasional independen terkemuka.
Komite ini akan melakukan peninjauan untuk memastikan ketelitian teknis dan netralitas analisis sebelum hasilnya dikonfirmasi dan dilaporkan.
IPC sebelumnya mengklasifikasikan bencana kelaparan di Somalia pada 2011. IPC juga menyimpulkan adanya bencana kelaparan di Sudan Selatan pada 2017 dan 2020, serta di Sudan pada 2024.
Temuan utama IPC yakni bencana kelaparan bukan lagi ancaman bagi Gaza, melainkan hal yang sudah benar-benar dialami warga Gaza.
IPC menyatakan lebih dari 500.000 orang di Jalur Gaza saat ini menghadapi "kondisi bencana", tingkat tertinggi dalam klasifikasi kerawanan pangan.
Di Gaza Governorate, yang mencakup Gaza City, IPC mendapati bahwa 30 persen penduduk mengalami kondisi bencana, sedangkan 50 persen lainnya menghadapi tingkat "darurat", level di bawahnya.
Kondisi di wilayah utara Gaza Governorate juga disebut "sama parahnya, atau bahkan lebih buruk dibandingkan di Gaza Governorate". IPC belum bisa mengklasifikasikan secara pasti wilayah tersebut karena keterbatasan data.
Lebih lanjut, IPC juga memproyeksikan bahwa bencana kelaparan juga akan terjadi di wilayah Deir El Balah dan Khan Younis. Bencana itu disebut akan meluas ke sana pada akhir September mendatang.
Masih dalam laporan yang sama, IPC turut memprediksi bahwa sebelum Juni 2026, 132 ribu anak berusia lima hingga enam tahun akan menderita kekurangan gizi akut. Demikian pula 55 ribu ibu hamil dan menyusui.
Sebanyak 25 ribu bayi juga disebut akan memerlukan dukungan nutrisi mendesak.
Rafah, provinsi paling selatan di Gaza, tidak dianalisis karena sebagian besar penduduknya telah pergi akibat agresi Israel.
IPC menyatakan ada empat faktor yang telah mengakibatkan bencana kelaparan di Gaza. Faktor-faktor tersebut antara lain konflik, pengungsian, keterbatasan akses, serta kolapsnya sistem pangan.
Agresi brutal Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 62 ribu warga Palestina dalam 22 bulan terakhir sejak dimulai. IPC mencatat jumlah kematian dan luka meningkat drastis pada Juli, dengan rata-rata 119 kematian per hari, nyaris dua kali lipat rata-rata bulan sebelumnya.
Serangan Israel yang tiada henti juga mengakibatkan gelombang pengungsian besar-besaran. Menurut data IPC, 1,9 juta warga Palestina telah mengungsi lebih dari sekali sejak dimulainya agresi.
Perpindahan terus-menerus serta kurangnya akomodasi yang aman telah berkontribusi pada memburuknya situasi ketahanan pangan. Ditambah, hancurnya atau tidak bisa diaksesnya 98 persen lahan pertanian dan adanya larangan menangkap ikan.
Kondisi ini bahkan diperparah dengan blokade total Israel terhadap bantuan-bantuan kemanusiaan. Israel telah mencabut blokade ini usai diprotes keras berbagai negara, termasuk negara Barat. Namun, Negeri Zionis masih tetap memberlakukan pembatasan masuk.
(blq/rds)