Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melancarkan operasi besar terbaru di Jalur Gaza Palestina dengan target mencaplok Kota Gaza, di tengah keluhan militer terkait personel yang kelelahan imbas agresi yang berlangsung sejak Oktober 2023.
Pencaplokan total Kota Gaza diperkirakan perlu waktu lima bulan. Namun, Netanyahu meminta militer untuk mempersingkat waktu dan menduduki wilayah itu lebih cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Brigjen Effie Defrin mengatakan tentara sudah berada di pinggiran Kota Gaza. Mereka siap melakukan operasi yang lebih besar tetapi tak merinci berapa jumlah pasti tentara yang sudah siaga.
"IDF menggunakan intelijen dan berbagai kemampuan lain. Kami akan melakukan yang terbaik agar tak membahayakan sandera," kata Defrin, dikutip CNN.
Narasi itu sejalan dengan tujuan Netanyahu yaitu memulangkan sandera dan menghancurkan Hamas dengan mencaplok total Gaza melalui operasi besar.
Operasi skala besar dan singkat perlu lebih banyak pasukan, sementara jumlah pasukan aktif Israel relatif kecil, itu pun mayoritas tentara wajib militer.
Untuk mencapai tujuan Netanyahu, militer Israel dikabarkan bakal mendatangkan 60.000 tentara cadangan dan 20.000 tentara untuk tugas lainnya.
Sejauh ini, belum ada informasi berapa persen tentara cadangan yang bersedia ikut dalam agresi di Kota Gaza.
Di sisi lain, militer Israel menghadapi masalah serius dalam hal sumber daya manusia. Pasukan tampak sudah mulai lelah dan burn out setelah menjalani hampir dua tahun agresi.
Tentara Israel, Avshalom Zohar Sal, berbagi pengalaman saat bertugas di Gaza selama lebih dari 300 hari. Dalam durasi waktu itu, dia diberi empat penugasan berbeda.
Penugasan terakhir rampung sebulan lalu dan Sal enggan kembali ke medan tempur terutama operasi skala besar di Kota Gaza.
"Saya agak terkejut karena kita masih membicarakan perang yang seharusnya sudah berakhir sejak lama," kata Sal.
Ia dan anggota lain di unitnya punya kekhawatiran yang sama terkait tujuan operasi skala besar di Kota Gaza.
"Saya pikir keputusan ini adalah hukuman mati bagi para sandera," ujar Sal.
Pemerintah, lanjut dia, terus-menerus berbicara dan mengatakan Israel punya dua misi dalam agresi ini: memulangkan para sandera dan mengalahkan Hamas.
"Sekarang seolah-olah mereka memberi tahu kita, hanya ada satu tujuan, yang saya yakini mustahil tercapai: menghancurkan Hamas. Dan ini pun tidak akan menghancurkan Hamas."
Situasi itu juga membuat para tentara cadangan juga kemungkinan menolak panggilan bergabung dengan militer Israel.
Eks Kepala Staf Israel Letnan Jenderal Dan Halutz meyakini beberapa tentara cadangan akan tetap memilih di rumah daripada ke garis depan di Gaza.
"Perang sudah berakhir setahun yang lali. [Rencana saat ini] tidak logis," kata dia.
Israel meluncurkan agresi ke Palestina pada Oktober 2023. Sejak saat itu, mereka menggempur habis-habisan warga dan objek sipil.
Imbas agresi itu, lebih dari 62.000 warga di Palestina tewas dan jutaan orang terpaksa menjadi pengungsi.
(isa/rds)