Warga Beijing Keluhkan Pembatasan Jelang Parade Militer, Ada Apa?

CNN Indonesia
Rabu, 20 Agu 2025 16:39 WIB
Warga Beijing mengeluh pengetatan pembatasan jelang parade militer peringatan 80 tahun kemenangan atas Jepang di PD II.
Ilustrasi bendera China. Foto: AFP PHOTO / STR
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia --

Otoritas China memberlakukan pembatasan besar-besaran di Ibu Kota Beijing menjelang peringatan 80 tahun kemenangan atas Jepang dalam Perang Dunia II.

Langkah ini memicu keluhan warga karena dianggap mengganggu aktivitas harian sekaligus memperlihatkan bagaimana Partai Komunis China (PKC) menggunakan sejarah untuk memperkuat legitimasi politiknya.

Sejak 9 Agustus, sejumlah ruas jalan di jantung kota Beijing ditutup secara bergiliran, transportasi umum dialihkan, dan pengawasan keamanan diperketat. Semua ini merupakan bagian dari persiapan parade militer akbar di Lapangan Tiananmen pada 3 September mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di balik semangat patriotik itu, warga ibu kota China justru menghadapi kesulitan, yakni keterlambatan perjalanan, penurunan omzet bisnis, hingga penahanan acak.

Deretan aturan ketat

Awalnya, pada 9-10 Agustus, hanya kendaraan berizin khusus yang boleh melintas di area tertentu di Beijing. Sebanyak 65 rute bus dihentikan atau dialihkan. Sejak 10 Agustus, kendaraan non-lokal dilarang masuk, motor diwajibkan registrasi polisi untuk mengisi bensin, dan sepeda listrik tanpa dokumen resmi disita.

Mulai 17 Agustus hingga 11 September, aturan ganjil-genap berlaku termasuk di hari libur. Kendaraan luar kota dilarang masuk ke dalam Ring Road Kelima, truk dilarang masuk hingga Ring Road Keenam. Pelanggar dikenai tilang dan kendaraannya ditahan sampai parade selesai.

Pada 22-23 Agustus, Lapangan Tiananmen dan Wangfujing akan ditutup total. Jalan utama Chang'an Avenue menyusul di tanggal 2-3 September, dan pada 3 September bandara internasional Beijing menghentikan seluruh penerbangan, bertepatan dengan libur nasional.

Tak hanya lalu lintas, tindakan keras juga menyasar aktivis dan pengadu rakyat dari daerah. Mereka ditahan di fasilitas khusus Jiujingzhuang atau dipulangkan paksa. Beberapa melaporkan intimidasi fisik. Pola ini mirip dengan praktik tahunan jelang 4 Juni, hari peringatan tragedi Tiananmen 1989, di mana negara membungkam setiap upaya mengenang korban.

Narasi sejarah yang diperdebatkan

Parade militer 3 September dimaksudkan untuk mengenang berakhirnya Perang Dunia II. Pemerintah China menekankan peran PKC sebagai pemimpin perjuangan melawan Jepang.

Padahal, sejarawan mencatat bahwa sebagian besar pertempuran konvensional justru dilakukan oleh pasukan Kuomintang (KMT), sementara pasukan PKC lebih banyak bergerak di belakang garis musuh dengan strategi gerilya dan pembangunan basis massa.

Meski kontribusi PKC memang nyata, narasi pascaperang mengangkat partai itu sebagai pahlawan utama. Melalui pendidikan, museum, dan film, PKC membentuk ingatan kolektif sesuai kepentingannya.

Reaksi publik

Pengumuman parade menuai ribuan komentar online. Sebagian bangga atas ketangguhan China, tetapi banyak juga yang kesal karena gangguan besar pada kehidupan sehari-hari. Ada pula yang menyoroti ironi: merayakan perlawanan sambil menekan kebebasan berekspresi.

Meski ada sensor, media sosial tetap menjadi ruang perlawanan halus: warga membagikan pesan berkode, catatan sejarah, hingga cerita pribadi yang melawan narasi resmi.

Bagi warga Beijing, parade ini bukan sekadar perayaan kemenangan, namun juga pengingat betapa ketat negara mengatur ingatan masa lalu, dan betapa mudah kehidupan kini bisa diganggu atas nama patriotisme.

(dna)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER