Iran menegaskan tak akan ada kesepakatan yang tercapai dengan Amerika Serikat, apabila Washington tetap memaksa Teheran menyetop program pengayaan uranium.
"Jika syarat negosiasi yakni penghentian pengayaan [uranium kami], maka negosiasi semacam itu jelas tidak akan terjadi," kata Ali Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, seperti dikutip kantor berita IRNA, Senin (14/7).
Pernyataan Velayati ini muncul setelah juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, mengatakan bahwa Teheran belum memutuskan kapan akan bertemu dengan AS mengenai kelanjutan negosiasi program nuklir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS dan Iran telah terlibat dalam beberapa putaran negosiasi mengenai program nuklir Iran, yang sejak lama ditentang negara-negara Barat. Namun, pembicaraan itu tersendat gegara Israel mengobarkan perang 12 hari dengan Iran pada 13 Juni lalu.
AS bahkan ikut-ikutan menyerang Iran secara terbatas karena diminta Israel. Sejak itu, Iran ogah melanjutkan negosiasi dengan Washington.
"Untuk saat ini, tidak ada tanggal, waktu, maupun lokasi spesifik mengenai urusan ini," kata Baqaei, seperti dikutip AFP.
"Kami telah serius dalam diplomasi dan proses negosiasi. Kami bernegosiasi dengan itikad baik. Tapi seperti yang telah disaksikan semua orang, sebelum putaran keenam, rezim Zionis dengan koordinasi dengan Amerika Serikat justru melakukan agresi militer terhadap Iran," ujar Baqaei.
Meski begitu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada Senin mengatakan bahwa Teheran mendukung upaya diplomasi dan keterlibatan konstruktif.
"Kami terus percaya bahwa jendela untuk diplomasi tetap terbuka, dan kami akan secara serius melewati jalan damai ini," kata Pezeshkian.
Israel dan negara-negara Barat telah lama menuduh Iran berupaya menciptakan senjata nuklir, tuduhan yang berulang kali dibantah tegas oleh Iran.
Intelijen Amerika Serikat sementara itu telah menyatakan bahwa tak ada bukti Iran berniat memproduksi senjata pemusnah massal.
Meski begitu, Israel yang kepalang percaya meluncurkan Operasi Rising Lion ke Iran pada 13 Juni yang menargetkan situs-situs pengayaan uranium Iran, ilmuwan nuklir, dan pejabat tinggi militer.
Iran murka bukan main dan balas meluncurkan Operasi True Promise 3 ke Israel hingga perang kedua negara meletus selama 12 hari.
AS pada saat itu dibujuk oleh Israel untuk membantu melenyapkan fasilitas nuklir Iran. Yang awalnya diklaim tak mau ikut campur, Washington pada akhirnya terbujuk dan menyerang tiga situs nuklir utama Iran, yakni Isfahan, Natanz, dan Fordow. Ketiganya diklaim hancur total.
Iran membalas Washington dengan menyerang pangkalan militernya di Qatar, Al Udeid. Menurut AS, ada kerusakan minim imbas serangan Iran itu.
Pezeshkian telah menegaskan bahwa serangan baru terhadap Iran akan mendapat balasan "yang lebih menghancurkan" dari sebelumnya.
Sementara itu, mengenai program nuklirnya, Iran menyatakan pihaknya masih berkomunikasi dengan Inggris, Prancis, dan Jerman selaku tiga negara Eropa yang terlibat dalam kesepakatan nuklir Teheran pada 2015 bersama dengan Amerika Serikat, sebelum AS akhirnya menarik diri pada 2018 atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Baqaei menegaskan Iran tetap berkomitmen pada perjanjian 2015 tersebut.
"Republik Islam Iran masih menganggap dirinya sebagai anggota JCPOA," kata Baqaei, mengacu pada kesepakatan 2015.
(blq/bac/dna)