Momen pesawat lepas landas sering kali menjadi penyebab kecemasan terbesar bagi penumpang, terutama bagi mereka yang takut terbang.
Sensasi di awal penerbangan, ketika pesawat terasa seperti kehilangan daya atau bahkan seakan jatuh, ternyata hanyalah ilusi yang ditimbulkan oleh respons telinga bagian dalam terhadap perubahan teknis di pesawat.
Menurut data Asosiasi Transportasi Udara Internasional, sekitar 20 persen dari lebih 4 miliar penumpang pesawat setiap tahunnya mengalami tingkat kecemasan penerbangan tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pilot dan pelatih Airbus A350, Simon (@flyman_simon) melalui akun Instagram-nya, menjelaskan mengapa penumpang merasa panik setelah pesawat lepas landas.
Pesawat jet komersial, seperti Airbus A350 yang berbobot lebih dari 300 ton, membutuhkan daya dorong (thrust) maksimum untuk lepas landas dari landasan pacu.
Namun, tak lama setelah mengudara, penumpang akan mendengar suara mesin meredup, dan hidung pesawat tampak sedikit turun ke bawah. Situasi inilah yang menciptakan ilusi bahwa pesawat sedang turun atau terjatuh.
"Perasaan 'jatuh' itu setelah lepas landas hanyalah sensasi, bukan penurunan yang sebenarnya. Setelah lepas landas, kami mengurangi daya dorong dan memudahkan pendakian sehingga pesawat dapat berakselerasi," jelas Simon, seperti dilansir Mirror.
Ia melanjutkan, saat hidung pesawat sedikit turun dan suara mesin menjadi lebih tenang, pilot sedang melakukan serangkaian tindakan penting:
1. Mengurangi Daya Dorong: Mengurangi daya mesin setelah ketinggian tertentu tercapai.
2. Menarik Flap dan Slat: Komponen ini ditarik ke dalam untuk membuat pesawat lebih aerodinamis dan efisien.
3. Akselerasi: Pesawat kini mulai meningkatkan kecepatan maju (akselerasi) untuk mencapai ketinggian jelajah.
Pada saat yang sama, telinga bagian dalam penumpang sensitif terhadap kemiringan hidung pesawat dan penurunan nada suara mesin. Telinga keliru membaca kombinasi perubahan ini sebagai penurunan ketinggian atau jatuh, padahal sebenarnya pesawat sedang mendaki dan berakselerasi.
Selain alasan efisiensi aerodinamis, pengurangan daya dorong ini juga dilakukan untuk alasan sekunder, yakni pengurangan kebisingan bandara.
"Jadi kami membuat lebih sedikit kebisingan bagi orang-orang yang tinggal di bawah jalur penerbangan kami, dan untuk menjaga mesin dengan tidak menggunakan daya tinggi lebih lama dari yang dibutuhkan," tambah Simon.
Setelah sensasi ilusi ini berlalu, penumpang akan merasakan kecepatan pesawat meningkat kembali dan pendakian menuju ketinggian jelajah akan berlanjut dengan stabil.
"Jadi ketika rasanya seperti jatuh, ingatkan diri Anda: kita sedang mendaki, pesawat menjadi lebih ramping dan lebih tenang, dan Anda sedang dalam perjalanan," tutup Simon.
(ana/wiw)