Retinopati diabetik (RD) menjadi salah satu komplikasi diabetes yang paling mengkhawatirkan. Kondisi ini terjadi ketika kadar gula darah yang tinggi merusak pembuluh darah kecil di retina, bagian mata yang berfungsi menangkap cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak.
Kerusakan yang tidak terdeteksi sejak dini dapat berujung pada penglihatan kabur hingga kebutaan permanen.
Di Indonesia, beban retinopati diabetik semakin meningkat seiring naiknya jumlah penderita diabetes. Diperkirakan dua dari lima atau sekitar 43,1 persen pasien diabetes tipe 2 mengalami penyakit ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, satu dari empat di antaranya masuk kategori Vision-Threatening Diabetic Retinopathy (VTDR), tahap yang berpotensi menyebabkan kehilangan penglihatan. Bahkan, sekitar 29 persen pasien retinopati diabeti juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME), komplikasi lanjutan yang menyebabkan pembengkakan makula dan memperbesar risiko kebutaan.
Padahal, 95 persen kasus kebutaan akibat retinopati diabetik sebenarnya dapat dicegah melalui deteksi dini dan penanganan sesuai standar medis. Namun di lapangan, cakupan skrining masih sangat rendah, hanya sekitar lima persen pasien diabetes yang rutin memeriksakan retina mereka.
Akibatnya, banyak pasien datang dalam kondisi sudah parah dan membutuhkan intervensi yang lebih kompleks.
Bertepatan dengan Hari Diabetes Sedunia (14/11), berbagai pihak menyerukan pentingnya skrining mata bagi pasien diabetes sebagai langkah pencegahan paling efektif.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa beban diabetes di Indonesia sangat besar. Dari perkiraan 65 juta orang yang terindikasi diabetes, baru sekitar 10 juta yang terdeteksi.
"Kami ingin skrining retinopati diabetik bisa dilakukan secara masif di layanan primer, tidak hanya bergantung pada dokter spesialis. Dengan dukungan teknologi dan alur rujukan yang jelas, kita bisa mempercepat deteksi dini," kata dia, dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (16/11).
Target nasional melalui Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 menetapkan skrining retina untuk 80 persen pasien diabetes dan pengobatan tepat untuk 80 persen pasien retinopati diabetik.
Pemanfaatan tele-oftalmologi dan kecerdasan buatan menjadi strategi penting untuk memperluas jangkauan layanan, terutama di daerah yang kekurangan tenaga ahli mata.
Selain itu, bagian dari upaya memperkuat layanan kesehatan mata, Roche Indonesia dan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM melakukan kolaborasi penanganan komprehensif retinopati diabetik.
Wakil Rektor UGM, Danang Sri Hadmoko, menyebut kerja sama ini sebagai langkah strategis untuk menjawab tantangan retinopati diabetik melalui pendekatan berbasis bukti. Sementara Presiden Direktur Roche Indonesia, Sanaa Sayagh, menekankan pentingnya perlindungan kesehatan penglihatan masyarakat Indonesia dengan mendukung transformasi kesehatan nasional.
"Melalui model ini, kami ingin meningkatkan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien mendapatkan tatalaksana sebelum terjadi kebutaan permanen," kata Sanaa.
(tis/tis)