Setiap 10 November, Bangsa Indonesia mengenang jasa para pahlawan yang gugur membela tanah air. Pada tanggal tersebut, masyarakat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan.
Hari Pahlawan bukan hanya untuk menghormati pengorbanan para pahlawan, tetapi juga mengingatkan semangat juang, keberanian, dan ketulusan demi kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Pertempuran Surabaya 1945 adalah cikal bakal 10 November diabadikan menjadi Hari Pahlawan. Untuk mengenang semangat heroik bangsa Indonesia, 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari yang sama di masa revolusi nasional Indonesia, terjadi salah satu pertempuran besar yang paling berdarah-darah di sepanjang sejarah. Saat sekutu Inggris datang kembali untuk merebut kekuasaan setelah Proklamasi, rakyat Surabaya melakukan perlawanan.
Bertempur habis-habisan, ribuan pemuda Surabaya (arek-arek Suroboyo) tak kehabisan semangat juang meskipun melawan sekutu yang senjatanya lebih unggul pada saat itu.
Dalam Pertempuran Surabaya, salah satu tokoh bangsa yang berperan besar adalah Bung Tomo. Melalui penyiaran Radio Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), Bung Tomo mengobarkan api semangat untuk pasukan rakyat Surabaya.
Pada tahun 1959, untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, Presiden Soekarno menandatangani Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 yang menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan, termasuk hari-hari nasional yang bukan hari libur.
Memperingati Hari Pahlawan, masyarakat dapat berziarah dan napak tilas ke makam-makam para pejuang bangsa di taman makam pahlawan daerah sekitar.
Secara umum, terdapat tiga jenis taman makam pahlawan di Indonesia, dilansir situs resmi Kementerian Pariwisata. Berikut di antaranya,
Menurut UU No 20 Tahun 2009, TMPN Utama yaitu Taman Makam Pahlawan Kalibata yang terletak di ibu kota negara, Jakarta. Sebelumnya, Taman Makam Pahlawan ini berada di kawasan Ancol, Jakarta pusat.
Namun, karena lokasi dianggap tidak memadai, Presiden Soekarno merelokasi dan akhirnya berpindah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Saat relokasi tersebut, jenazah pertama yang dipindahkan adalah mendiang Agus Salim, pahlawan bangsa yang juga seorang diplomat dan wartawan ulung pada masanya. Kemudian, Agus Salim disemayamkan di TMP Kalibata, disusul dengan jenazah pahlawan lainnya.
Meskipun pemakaman, tetapi arsitektur di taman makam ini diperhitungkan dengan baik. Kawasan TMP Kalibata dirancang oleh Friedrich Silaban, arsitek yang sama yang juga merancang Gelora Bung Karno (GBK) dan Masjid Istiqlal.
TMP Kalibata menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sejumlah pahlawan, di antaranya adalah almarhum B.J. Habibie bersama mendiang istrinya, S. Parman, Adam Malik, RD Suprapto, H. Rasuna Said, MT Hardjono, Ahmad Yani, Djuanda Kartawijaya, AH Nasution, dan Wigyo Atmodarminto
Bukan sembarang orang bisa bersemayam di TMP Kalibata, karena hal ini diatur dalam UU No 29 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) tersebar di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Contohnya adalah Taman Makam Pahlawan Taruna.
Di TMP Taruna, bersemayam sejumlah perwira yang gugur pada masa perjuangan, khususnya korban-korban dari Peristiwa Lengkong. Termasuk Daan Mogot, pahlawan yang juga dikebumikan di TMP Taruna.
Daan Mogot adalah seorang bertanda jasa, ia pendiri sekaligus direktur pertama Akademi Militer Tangerang. Daan Mogot bersama 36 pejuang lainnya gugur sebagai perwira bangsa dalam peristiwa Lengkong.
Untuk mengenang jasanya, nama Daan Mogot kemudian diabadikan menjadi nama jalan utama yang menghubungkan Tangerang dan Jakarta.
Makam yang sebagai tempat dikuburkannya jenazah pahlawan nasional di luar TMPN disebut Makam Pahlawan Nasional. Masyarakat juga bisa melakukan ziarah ke makam-makam pahlawan nasional meskipun tidak berada di kawasan TMP.
(ana/wiw)