Sekali masuk tubuh, cacing bisa bertahan lama hingga bertahun-tahun di dalam tubuh, berkembang biak, dan memicu komplikasi berbahaya. Bagaimana cacing bisa masuk dalam tubuh manusia?
Dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sekaligus Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Riyadi, menegaskan bahwa cacing tidak muncul begitu saja dari tanah. Tanah pun jadi perantara cacing hingga bisa menginfeksi manusia atau jadi cacingan.
"Cacing menular melalui perantara tanah, bukan tumbuh di tanah. Cacing harus ada di manusia yang cacingan dulu dan dia (manusia) buang air besar di tanah. Dari situ telurnya keluar, kemudian berubah bentuk hingga bisa menyebabkan infeksi," kataRiyadi dalamwebinar yang digelarIDI, Jumat (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses penularan ini terutama terjadi pada jenis cacing gelang (Ascaris), cacing cambuk, cacing benang, dan cacing tambang. Tanah yang tercemar kotoran manusia menjadi perantara sebelum akhirnya masuk ke tubuh orang lain, biasanya melalui tangan, makanan, atau minuman yang tidak bersih.
"Kalau cacing yang siklus hidupnya memerlukan media tanah, itu yang paling sering kita temui," kata Riyadi.
Dia juga menyebut, beberapa jenis cacing dan indikasinya pada tubuh. Misal untuk cacing gelang, jenis cacing ini bentuknya cukup besar dan bisa sangat merepotkan, hingga menyumbat saluran pencernaan.
Sementara cacing cambuk biasanya menimbulkan rasa gatal, sedangkan cacing benang dan tambang sering membuat anak-anak terlihat pucat karena menghisap darah.
Riyadi menyebut siklus umur cacing terbilang panjang. Begitu masuk ke dalam tubuh, cacing bisa bertahan hidup dalam waktu lama, berkisar antara satu hingga dua tahun. Dalam periode itu, cacing juga berkembang biak sangat cepat.
"Mereka bertelur, dan sekali bertelur seekor cacing betina bisa menghasilkan sampai 200 ribu telur. Hanya butuh waktu sekitar tiga bulan untuk menjadi cacing dewasa," ujar Riyadi.
Cacing termasuk organisme multiseluler yang terbagi dalam tiga kelompok besar, yakni cacing pita, cacing gelang, dan cacing isap. Ketiganya dapat menyebabkan kesakitan yang signifikan, terutama pada anak-anak.
![]() |
Cacing gelang, misalnya, biasanya hidup di saluran pencernaan. Meski demikian, infeksi cacing kerap tidak menimbulkan gejala khas sehingga sulit disadari sejak dini.
"Kalau pun ada gejala, biasanya tidak spesifik. Bisa berupa mual, nafsu makan menurun, diare atau malah konstipasi, anak jadi lesu, tidak bergairah, dan kurang konsentrasi," tutur Riyadi.
Pada kasus yang lebih berat, jumlah cacing yang terlalu banyak bisa menyebabkan sumbatan usus, kekurangan gizi, hingga komplikasi serius yang berpotensi membahayakan nyawa.
Setelah mengenal bagaimana cara cacing masuk dalam tubuh manusia, menurut Riyadi, infeksi cacing sebenarnya bisa dicegah dengan kebiasaan sederhana sehari-hari.
"Yang terpenting adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Biasakan cuci tangan sebelum makan, pastikan makanan dan minuman dalam kondisi bersih dan matang, serta jangan buang air besar sembarangan," saran Riyadi.
Selain itu, pemberian obat cacing secara berkala juga diperlukan, terutama pada anak-anak. Namun perlu diingat, obat cacing bukan untuk mencegah penularan dari luar melainkan, untuk mengobati dan memutus siklus cacing di tubuh manusia.
"Jadi konsumsi obat cacing setiap enam bulan sekali sangat dianjurkan, tapi tetap harus sesuai resep dokter," kata dia.
(tis/els)