Kementerian ESDM buka suara terkait penyerangan yang dilakukan oleh 15 Warga Negara Asing (WNA) asal China terhadap empat anggota TNI Batalyon Zipur 6/SD di kawasan tambang emas Ketapang, Kalimantan Barat.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Gakkum ESDM) Rilke Jeffri Huwae mengatakan masih memantau perkembangan kasus tersebut. Apabila kasusnya terkait dengan penganiayaan, maka hal tersebut di luar wewenang instansinya.
"Terkait kejadian tersebut, bukan merupakan wewenang dari Ditjen Gakkum ESDM sepanjang terkait dengan perbuatan penganiayaan. Itu merupakan wewenang dari Kepolisian," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga mengaku belum mengetahui motif WNA China menyerang TNI. Namun, koordinasi dengan Kepolisian terus dilakukan untuk mengetahui duduk perkara kasus yang terjadi di kawasan tambang emas tersebut.
"Jika ada indikasi, terkait dengan tugas dan kewenangan Ditjen Gakkum ESDM, maka ini akan direspon oleh Ditjen Gakkum ESDM," katanya.
Sementara, terkait dengan status PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) masih dalam pantauan Kementerian ESDM, termasuk status izin usaha pertambangannya.
"Ditjen Gakkum ESDM secara aktif memantau status PT SRM, termasuk status izin usaha yang sedang berproses di Pengadilan dan status pimpinan/staf Perusahaan yang terkait dengan tindak pidana tambang," tegasnya.
Sebelumnya, TNI AD mengungkap kronologi penyerangan yang dilakukan oleh 15 Warga Negara Asing (WNA) asal China terhadap 4 anggota Batalyon Zipur 6/SD, di Ketapang, Kalimantan Barat.
Kapendam XII/Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra menyebut insiden ini terjadi pada Minggu (14/12) di PT SRM ketika sedang dilaksanakan Latihan Dalam Satuan.
Yusub menjelaskan ketika itu anggota yang sedang latihan mendapatkan informasi dari pihak keamanan jika terlihat drone terbang di seputaran area latihan.
"Selanjutnya anggota melakukan pengejaran serta mendatangi lokasi orang yang mengoperasikan drone, ternyata drone tersebut dioperasionalkan 4 orang WNA asal Beijing," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12).
Ia mengatakan pada saat itu anggota berupaya meminta keterangan dari keempat WNA terkait alasan penerbangan drone. Akan tetapi, Yusub menyebut secara tiba-tiba muncul 11 WNA lainnya dan langsung menyerang anggota dengan senjata tajam, airsoft gun dan alat setrum.
Yusub menjelaskan dengan kondisi yang tidak seimbang, anggota tersebut langsung kembali ke area perusahaan untuk menghindari kemungkinan terburuk. Ia memastikan tidak ada korban jiwa maupun luka dari anggota TNI dalam insiden tersebut.
"Motif penyerangan dan penerbangan drone ini masih didalami. Kerugian materiil akibat penyerangan itu berupa kerusakan berat pada 1 unit Mobil Perusahaan jenis Hilux dan 1 unit sepeda motor vario milik karyawan PT SRM," pungkasnya.
(ldy/pta)