Apa Sanksi Bagi Pelaku Under Invoicing Ekspor-Impor?

CNN Indonesia
Rabu, 03 Des 2025 11:47 WIB
Under invoicing adalah praktik melaporkan nilai barang lebih rendah dari harga sebenarnya untuk meminimalkan bea masuk dan pajak impor, yang merugikan negara.
Under invoicing adalah praktik melaporkan nilai barang lebih rendah dari harga sebenarnya untuk meminimalkan bea masuk dan pajak impor, yang merugikan negara. Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Praktik pelaporan nilai barang yang tidak sesuai atau under invoicing dalam kegiatan ekspor dan impor kini menjadi perhatian serius otoritas kepabeanan.

Fenomena ini kembali disorot usai Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan temuan kasus yang berhasil menambah pendapatan negara secara signifikan.

Purbaya sempat berbagi pengalaman tim Bea Cukai Tanjung Perak yang berhasil mengoreksi nilai pabean satu kontainer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus tersebut bermula ketika barang yang diduga cukup canggih hanya dideklarasikan senilai sekitar US$7 atau setara Rp116.406 (asumsi kurs Rp16.631). Setelah dilakukan pengecekan mendalam, nilai barang tersebut ditetapkan ulang menjadi mendekati Rp500 ribu per unit.

Koreksi ini berbuah manis pada pendapatan negara tambahan, yang menurut Purbaya, mencapai Rp220 juta dari satu kontainer tersebut.

"Dari situ kita dapat tax import tambahan Rp220 juta kalau gak salah, dari satu kontainer itu. Nanti yang lain akan diperiksa juga dengan dikenakan hal (perlakuan) yang sama. Lumayan lah dapat income tambahan," jelas Purbaya.

Lantas, apa sanksi yang menanti pelaku praktik under invoicing?

Under invoicing adalah praktik melaporkan nilai barang lebih rendah dari harga sebenarnya. Tujuan utama praktik ini adalah untuk meminimalkan pembayaran Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), sehingga dapat merugikan kas negara.

Regulasi yang mengatur sanksi bagi importir yang terbukti melakukan under invoicing diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Menurut ketentuan ini, sanksi bagi pelaku pelanggaran nilai pabean fokus pada pengenaan denda administratif yang cukup signifikan.

Pasal 16 ayat 4 UU tersebut mengatur paling sedikit importir dapat dikenakan denda sebesar 100 persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar. Namun, sanksi ini dapat ditingkatkan jauh lebih tinggi. Dalam kasus tertentu, denda administratif bahkan dapat mencapai 1.000 persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk.

Sanksi ini diberlakukan setelah Bea Cukai melakukan penelitian ulang dan menetapkan nilai pabean yang benar, dan importir diwajibkan melunasi kekurangan pembayaran tersebut, ditambah dengan denda yang ditetapkan.

Selain sanksi finansial, Purbaya juga menyampaikan perlunya kepatuhan dan ketegasan dalam penegakan aturan. Ia telah menginstruksikan jajaran Bea Cukai untuk mengingatkan para importir agar selalu melakukan deklarasi dan pembayaran sesuai ketentuan resmi.

Hal yang paling ditekankan adalah sanksi bagi pelaku yang mengulang praktik under invoicing. Sang Bendahara Negara mengancam akan memberlakukan pelarangan aktivitas impor untuk perusahaan yang terbukti berulang kali melanggar aturan ini.

"Importir harus declare dan membayar sesuai ketentuan resmi. Kalau diulang-ulang, ya kita larang impor. Jangan coba-coba," tegas Purbaya.

[Gambas:Video CNN]

(del/pta)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER