Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan impor pakaian bekas alias thrifting tetap masuk kategori barang terlarang dan tidak dapat dilegalkan, sekalipun para pedagang menyatakan kesediaan untuk membayar pajak.
Ia menegaskan status ilegal barang tersebut tidak ada kaitannya dengan pungutan negara.
"Ya, tapi kan enggak ada hubungannya. Terus kalau membayar pajak jadi legal gitu? Ya, kan enggak ada hubungannya. Kan memang aturannya dilarang ya," ujar Budi di Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (21/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menjelaskan yang menjadi perhatian pemerintah adalah masuknya pakaian bekas impor karena pasar domestik sebenarnya dapat diisi oleh industri dalam negeri serta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Ia menyebut Indonesia tidak boleh menjadi tempat pembuangan limbah dari negara maju yang membutuhkan biaya besar untuk mengolah pakaian bekas mereka.
"Masa kita mau jadi tempat pembuangan limbah? Itu salah satu tujuan kita selain juga untuk melindungi UMKM dan kita ingin pasar dalam negeri itu menjadi besar tetapi diisi oleh industri-industri di dalam negeri termasuk UMKM," jelasnya.
Terkait dorongan legalisasi dari pedagang, Budi menilai barang yang sudah termasuk kategori terlarang tidak bisa menjadi legal hanya karena ada pihak yang ingin membayar pajak.
Ia bahkan memberikan contoh ekstrem untuk menggambarkan pembayaran pajak tidak dapat menghapus status larangan suatu barang.
"Pakaian bekas itu dilarang bukan karena enggak bayar pajak. Terus apakah kalau membayar pajak terus enggak dilarang kan enggak juga... Seolah-olah misalnya kita impor apa? Misalnya narkoba, kita impor narkoba kan dilarang. Terus kalau membayar pajak apa terus jadi boleh? Kan enggak bisa," katanya.
Budi juga mengungkapkan ketentuan pengecualian dalam Undang-Undang Perdagangan hanya berlaku untuk Barang Modal Tidak Baru (BMTB), seperti mesin yang diperlukan industri dengan kriteria tertentu. Pengecualian tersebut tidak pernah mencakup pakaian bekas.
Desakan agar thrifting dilegalkan mencuat kembali setelah pedagang Pasar Senen bertemu dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR pada Rabu (19/11).
Pertemuan itu difasilitasi Wakil Ketua BAM Adian Napitupulu yang meminta pemerintah tidak buru-buru menindak para pelaku usaha barang bekas karena banyak masyarakat menggantungkan hidup dari sektor tersebut.
Adian menyebut hasil riset yang menunjukkan mayoritas milenial menggunakan barang thrifting, serta menilai jumlah pakaian bekas impor hanya sekitar 0,5 persen dari total tekstil ilegal.
Pendapat serupa disampaikan pedagang thrifting Pasar Senen, Rifai Silalah, yang berharap pemerintah memberikan izin agar usahanya bisa berjalan secara resmi. Ia menyebut jutaan orang terlibat dalam rantai usaha thrifting dan mengaku siap membayar pajak bila diberikan legalitas usaha.
(del/dhf)