Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 disambut positif oleh berbagai pihak. Kebijakan moratorium ini dinilai sebagai langkah strategis menjaga stabilitas sektor tembakau yang selama ini menjadi penopang ekonomi padat karya di banyak daerah.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai kebijakan tersebut sebagai sinyal positif setelah bertahun-tahun industri tembakau dibebani regulasi yang dianggap terlalu berat.
"Industri hasil tembakau selalu diperlakukan seolah tanpa manfaat bagi republik ini, padahal mereka berkontribusi besar pada penerimaan negara," ujar Misbakhun, Rabu (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan, sektor tembakau tidak hanya menyumbang penerimaan negara, tetapi juga menyerap jutaan tenaga kerja. Menurutnya, moratorium cukai perlu diikuti dengan reformasi kebijakan yang lebih mendasar, termasuk perlindungan bagi petani tembakau di tingkat hulu.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid, menilai keputusan pemerintah ini tepat untuk menahan penurunan kinerja industri hasil tembakau (IHT). Berdasarkan riset INDEF, lebih dari 171 ribu pekerja terlibat langsung dalam sektor pelintingan tembakau.
"Langkah ini tepat untuk menjaga penerimaan negara agar tetap stabil. Namun pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal juga harus diperkuat," kata Ahmad Tauhid.
Ia mencatat potensi kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp20 triliun per tahun. Karena itu ia menekankan pentingnya penguatan pengawasan menjadi kunci efektivitas kebijakan fiskal ini.
Dari sisi tenaga kerja, Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto menyebut moratorium cukai sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Ia menilai kebijakan ini memberi ruang bagi industri legal untuk bertahan dan memulihkan kapasitas produksi.
"Kami mendukung kebijakan yang seimbang antara kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja," ucap Sudarto.
Ia berharap pemerintah terus membuka ruang dialog agar industri tembakau tetap produktif dan memberikan kepastian kerja bagi buruh, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto memperkuat industri padat karya dan kedaulatan ekonomi nasional.
Dari hulu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi juga menyambut baik keputusan tersebut.
"Kebijakan ini sangat bijak karena mampu menahan gejolak di lapangan," ujar Mudi.
Ia berharap pemerintah lebih fokus pada pembinaan petani agar produktivitas dan kualitas tembakau meningkat, serta memastikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tersalurkan lebih tepat sasaran.
Dengan kebijakan cukai yang stabil, pelaku industri memiliki ruang untuk menjaga keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja. Situasi yang lebih kondusif diharapkan mampu memperkuat kontribusi sektor tembakau terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil.
(ory/ory)