Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap praktik permainan harga di sektor pangan, khususnya beras, yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan memicu inflasi.
Bos Badan Pangan Nasional (Bapanas) itu menjelaskan meski produksi pangan nasional meningkat dan stok dalam kondisi tertinggi, masih terdapat anomali harga di pasar. Fenomena itu terjadi karena ada pihak yang memanfaatkan distribusi untuk meraup keuntungan tidak wajar.
"Terkadang ada orang yang memainkan dan mengambil keuntungan di masyarakat, dan mengambil keuntungan tidak kecil. Beras kemarin kita tunjukkan bahwasannya mengambil keuntungan kurang lebih, bukan keuntungan sih. Karena dikatakan premium padahal itu beras menir, dan itu sudah tersangka 46 orang," kata Amran dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Selasa (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memaparkan hasil pengujian mutu beras menunjukkan kadar beras patah pada produk yang dijual sebagai beras premium mencapai 33-59 persen. Padahal, batas maksimal beras patah untuk kategori premium seharusnya hanya 14,5 persen.
Dalam paparannya, dari 10 merek yang diuji, semua memiliki kadar beras patah jauh di atas batas wajar, bahkan hingga hampir 60 persen. Akibatnya, beras yang seharusnya layak dijual Rp12 ribu per kilogram (kg) justru dilepas ke pasar dengan harga Rp17 ribu per kg.
"Katakanlah harganya Rp12 ribu, harusnya harganya Rp8.000, itu dijual Rp17 ribu. Kerugian konsumen, kalau 2 juta (ton) saja, itu Rp10 triliun," ujar Amran.
Data Kementan memperkirakan selisih harga Rp5.000 per kg tersebut bisa menimbulkan potensi kerugian konsumen hingga Rp10 triliun, dengan asumsi volume penjualan mencapai dua juta ton.
Selain beras, Amran menyoroti anomali harga di berbagai komoditas lain. Harga ayam ras, misalnya, sempat berada di kisaran Rp19 ribu per kg di Lampung, sedangkan di daerah lain bisa mencapai Rp70 ribu. Menurutnya, disparitas ini bukan disebabkan oleh produksi, melainkan oleh rantai distribusi yang dikuasai segelintir pihak.
"Ada orang-orang tertentu sengaja mempermainkan yang pernah kami dapatkan. Ini hanya SMS-an, naik Rp1.000, itu bisa untung sampai ratusan miliar per hari," ungkapnya.
Amran menambahkan kondisi serupa pernah terjadi pada minyak goreng, meski Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar dunia. Ia menyebut fenomena kelangkaan barang di tengah kelebihan pasokan itu sebagai anomali pasar yang tidak boleh terulang.
Secara umum, Kementan melaporkan produksi gabah nasional tahun ini mencapai 65 juta ton gabah kering panen (GKP) dengan serapan penggilingan terbesar berasal dari unit skala kecil dan besar.
Masing-masing kelompok penggilingan kecil dan besar memiliki kapasitas giling hingga 25 juta ton per tahun, sedangkan penggilingan menengah sekitar 15 juta ton per tahun.
(del/dhf)