Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Polri berhasil memulangkan dan menahan mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya (Investree) Adrian Gunadi.
Adrian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin OJK.
"Dalam proses penegakan hukum, OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam menjerat tersangka dengan Pasal 46 juncto Pasal 16 Ayat 1 Bab 4 Undang-Undang Perbankan, dan juga Pasal 305 Ayat 1 juncto Pasal 237 Huruf A Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun," ujar Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana dalam konferensi pers di Kantor Angkasa Pura II, Banten, Jumat (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adrian diduga menghimpun dana masyarakat secara melanggar ketentuan perundang-undangan pada periode Januari 2022 hingga Maret 2024 dengan jumlah yang dinilai cukup material.
Lihat Juga : |
Aksi itu dilakukan dengan menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai special purpose vehicle (SPV), yang seolah-olah terafiliasi dengan Investree. Dana yang terkumpul kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi.
Selama penyidikan, OJK menilai tersangka tidak kooperatif. Adrian bahkan diketahui berada di Doha, Qatar. Atas dasar itu, OJK menetapkan Adrian sebagai tersangka dan berkoordinasi dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Divisi Hubungan Internasional Polri.
Dari hasil koordinasi, diterbitkan daftar pencarian orang (DPO) dan red notice Interpol pada 14 November 2024.
Dalam upaya pemulangan, Kementerian Hukum serta Kementerian Luar Negeri menempuh jalur antar-pemerintah (G-to-G) dengan mengajukan permohonan ekstradisi kepada pemerintah Qatar. Di sisi lain, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan juga mencabut paspor Adrian.
"Proses pemulangan Saudara AAG ini dilaksanakan melalui mekanisme kerja sama NCB to NCB antara kedua negara, yakni Qatar dan Republik Indonesia. Peran dari Menteri Dalam Negeri Qatar juga cukup besar dalam membantu suksesnya pemulangan tersangka, dengan dukungan penuh dari KBRI di Qatar," ujar Yuliana.
Adrian kini berstatus tahanan OJK dan dititipkan di rumah tahanan Bareskrim Polri untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. OJK menegaskan tetap berkoordinasi dengan kepolisian terkait laporan tambahan dari korban yang masuk ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.
OJK sebelumnya merespons kabar nama Adrian tidak muncul dalam daftar red notice Interpol. Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi menegaskan pihaknya sudah mengajukan red notice sejak 7 Februari 2025 dengan nomor Interpol Red Notice-Control No.: A-1909/2-2025.
OJK juga menyoroti status Adrian yang sempat menjabat sebagai CEO JTA Investree Doha Consultancy di Qatar meski berstatus tersangka di Indonesia.
Lembaga itu telah mencabut izin usaha Investree sejak 21 Oktober 2024 karena pelanggaran ekuitas minimum dan sejumlah pelanggaran lain, memblokir rekening, serta melakukan penelusuran aset milik Adrian.
Kasus Investree mencuat setelah tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) pada awal 2024 mencapai 16,44 persen, jauh di atas ambang batas 5 persen yang ditetapkan OJK.
Adrian kemudian diketahui meninggalkan Indonesia dan bermukim di luar negeri sebelum akhirnya berhasil dipulangkan untuk menjalani proses hukum.
(del/sfr)