Ditjen Pajak Jawab Kritik Mari Elka soal 'Berburu di Kebun Binatang'

CNN Indonesia
Kamis, 18 Sep 2025 11:16 WIB
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menjawab kritik dari sejumlah pihak terkait 'berburu di kebun binatang'.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menjawab kritik dari sejumlah pihak terkait 'berburu di kebun binatang'. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjawab kritik dari sejumlah pihak terkait 'berburu di kebun binatang'.

Terbaru, kritik terhadap ekosistem perpajakan di Indoneesia datang dari Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu.

Kritikan serupa juga disuarakan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dalam laporan berjudul "Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Rosmauli menegaskan pihaknya terus berupaya meningkatkan kepatuhan pajak secara komprehensif.

"Tidak terbatas pada wajib pajak yang sudah terdaftar, melainkan juga pada calon wajib pajak masa depan," jelas Rosmauli saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com soal kritik 'berburu di kebun binatang', Kamis (18/9).

Rosmauli mengatakan upaya meningkatkan kinerja perpajakan Indonesia dilakukan melalui dua cara, yakni ekstensifikasi serta intensifikasi.

Ia menyebut ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas basis pajak. DJP Kemenkeu mengatakan bakal memanfaatkan data pihak ketiga dan peningkatan literasi, serta inklusi perpajakan terhadap calon wajib pajak masa depan.

Sementara, intensifikasi ditempuh dengan menerapkan Compliance Risk Management (CRM).

"Sejak 2019, DJP telah menggunakan CRM dalam memetakan wajib pajak berdasarkan risiko ketidakpatuhan dan dampak fiskalnya. Berdasarkan pemetaan tersebut, wajib pajak terbagi menjadi 9 kuadran yang akan menentukan treatment sesuai untuk wajib pajak bersangkutan," tuturnya.

"Jika wajib pajak berada dalam kuadran patuh dan dampak fiskal rendah, maka atas wajib pajak tersebut cukup diberikan pelayanan dan edukasi. Namun, jika wajib pajak berada pada kuadran risiko ketidakpatuhannya tinggi dan dampak fiskal yang besar, maka atasnya perlu ditegakkan law enforcement," tegas Rosmauli.

Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu sebelumnya mengatakan bahwa sistem perpajakan di Indonesia saat ini hanya fokus pada revenue. Ia menilai seharusnya target pemerintah adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak, bukan sebatas mengejar besaran penerimaan.

Ia juga secara spesifik menyoroti jatuhnya tax ratio Indonesia dari tahun ke tahun. Pada semester I 2025, menurut Mari, rasio pajak Indonesia cuma 8,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sedangkan capaian tax ratio di kawasan Asia Tenggara tembus 16 persen.

Mari menilai ada sejumlah masalah struktural yang menghantui, salah satunya menyangkut efisiensi sistem administrasi perpajakan. Kendati, ia tak berbicara lantang apakah masalah tersebut mengarah pada coretax atau bukan.

"Fakta bahwa targetnya (DJP Kemenkeu) adalah revenue, itu berarti 'berburu di kebun binatang'. Anda melakukan intensifikasi, tidak bekerja, hanya memungut pajak dari orang sama yang akan membayar lebih banyak," kritik Mari dalam Indonesia Update di YouTube ANU Indonesia Project, Jumat (12/9).

Tak jarang, Mari Elka melihat para wajib pajak tersebut dijatuhkan denda. Sengketa perpajakan imbas 'berburu di kebun binatang' pada akhirnya merembet hingga pengadilan.

Terpisah, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut kinerja positif penerimaan terus terjadi sejak Maret 2025. Ia bahkan mengklaim kontribusi penerimaan pajak terhadap pendapatan negara meningkat 1,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Penerimaan pajak kinerjanya cukup positif, realisasi bruto kami konsisten tumbuh positif sejak Maret (2025). In total Rp1.269,44 triliun, sementara karena restitusi cukup tinggi, itu Rp990,01 triliun," kata Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (10/9).

Jumlah itu memang bertambah dibandingkan realisasi semester I 2025 senilai Rp831,3 triliun.

Akan tetapi, setoran pajak tersebut baru terkumpul sekitar 45,2 persen dari target yang ditetapkan di APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.

Penerimaan itu diperoleh dari pajak penghasilan (PPh) Badan Rp174,47 triliun alias turun 9,1 persen; pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi Rp14,98 triliun yang tumbuh 37,7 persen; pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPN atas barang mewah (PPnBM) Rp350,62 triliun atau turun 12,8 persen; serta pajak bumi bangunan (PBB) Rp12,53 triliun yang naik 129,7 persen.

[Gambas:Video CNN]

(skt/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER