ANALISIS

Harus Seperti Apa APBN Prabowo di 2026?

Dho Faiz Syarahil | CNN Indonesia
Jumat, 15 Agu 2025 08:12 WIB
Ekonom menyarankan APBN 2026 bisa ideal dengan penurunan defisit dan utang. Mereka juga menyarankan Presiden Prabowo mengevaluasi efisiensi anggaran.
Ekonom menyarankan APBN 2026 bisa ideal dengan penurunan defisit dan utang. Mereka juga menyarankan Presiden Prabowo mengevaluasi efisiensi anggaran. ( iStockphoto).
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Prabowo Subianto akan membacakan nota keuangan yang mencakup rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 hari ini.

Dalam RAPBN 2026 yang telah disepakati pemerintah dan DPR, belanja mencapai Rp3.800 triliun hingga Rp3.820 triliun.

Postur fiskal 2026 yang disepakati meliputi pendapatan negara 11,71-12,31 persen, perpajakan 10,08-10,54 persen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 1,63-1,76 persen, dan hibah 0,002-0,003 persen,

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, belanja negara 14,19-14,83 persen, belanja pemerintah pusat 11,41-11,94 persen, transfer ke daerah 2,78-2,89 persen, keseimbangan primer (0,18 persen)-(0,22 persen), defisit (2,48 persen)-(2,53 persen), dan pembiayaan 2,48-2,53 persen.

Pemerintah dan DPR juga menyepakati sejumlah asumsi makroekonomi 2026. Beberapa di antaranya pertumbuhan ekonomi 5,2-5,8 persen, inflasi 1,5-3,5 persen, dan kurs Rp16.500-Rp16.900 per dolar AS.

Penyusunan APBN 2026 dihadapkan dengan sejumlah rapor perekonomian Indonesia. Jumlah orang miskin 23,85 juta orang (8,47 persen populasi) dan miskin ekstrem 2,38 juta orang (0,83 persen populasi) per Februari 2025.

Jumlah pengangguran 7,28 juta orang. Utang luar negeri Indonesia US$430,4 M atau sekitar Rp7.144,6 T pada kuartal I 2025. Surplus neraca perdagangan mengecil meskipun telah surplus 61 bulan berturut-turut.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita berpendapat APBN 2026 ideal bila defisit anggaran mengecil. Hal itu semestinya terwujud karena sinyal kelanjutan efisiensi anggaran terlihat dari penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025.

Meski demikian, ia tak melihat APBN 2026 bakal ideal. Merujuk efisiensi APBN 2025 dan RAPBN 2026, efisiensi tak mengurangi jumlah belanja pemerintahan prioritas Prabowo.

Prabowo memangkas anggaran di sejumlah program, tetapi menambah guyuran uang di beberapa program jumbo, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih.

"Harus ada penurunan defisit, penurunan penarikan utang. Ini idealnya. Jadi kalau menurut saya tidak akan ideal di tahun depan," kata Ronny saat dihubungi CNNINdonesia.com, Kamis (14/8).

"Karena idealnya di mana pun di seluruh dunia kalau dilakukan efisiensi pasti niatnya untuk mengurangi utang," ucapnya.

Ronny memberi tiga catatan agar APBN 2026 yang akan dibacakan Prabowo pada nota keuangan hari ini bisa mendekati ideal.

Pertama, menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, mempercepat dan meningkatkan investasi. Ketiga, mengekspansi pasar ekspor.

"Di kuartal kedua ini kita belajar ternyata efisiensi itu bisa disubstitusi oleh kontributor lain, yaitu peningkatan investasi dan peningkatan ekspor sehingga mendapatkan pertumbuhan 5,12 persen. Jadi, saya pikir ideal saja dijalankan efisiensi, tapi harus ada penggantinya," ucap Ronny.

Ronny juga menyarankan Prabowo mengevaluasi diet ketat anggaran tahun depan. Evaluasi difokuskan pada pemangkasan anggaran tidak penting, tetapi operasional harus dipertahankan untuk mendukung kinerja.

"Agar ada ruang fiskal untuk biaya pembangunan membesar. Biaya pembangunan ini kan sangat bagus untuk perekonomian karena membangun itu adalah produktif," ucapnya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga memberi catatan terhadap diet ketat anggaran agar APBN 2026 ideal.

Ia menilai efisiensi anggaran sudah berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. Menurutnya, kebijakan ini perlu dipertimbangkan ulang apakah dilanjutkan atau tidak.

"Harusnya kan enggak karena sektor swasta justru butuh stimulus pemerintah, masyarakat butuh insentif fiskal yang jauh lebih besar lagi," ujar Bhima.

Dongkrak penerimaan

Bhima menyoroti menurunnya potensi penerimaan negara karena deviden BUMN tak lagi masuk ke kantong pemerintah. Deviden perusahaan-perusahaan plat merah sekarang masuk ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Ia menilai pemerintah harus mencari cara meningkatkan penerimaan melalui PNBP. Bhima menyarankan tiga cara.

Pertama, menutup dari miss-invoicing dan under reporting dokumen ekspor batu bara, sawit, dan olahan nikel. Ia menyebut masih terdapat selisih data dengan HS code yang sama antara bea cukai dan negara tujuan ekspor utama komoditas ekspor.

Kedua, pemerintah perlu mendorong pungutan batu bara lebih tinggi. Salah satunya sebagai kontribusi PNBP sekaligus berperang mengurangi emisi karbon.

"Ketiga, meningkatkan nilai tambah hasil olahan nikel dan bauksit tembaga melalui percepatan pembangunan industri tengah, dan mengalihkan insentif yang dinikmati tambang dan smelter ke produk akhir seperti baterai dan kabel," ucap Bhima.

Sementara itu, Ronny menyarankan pemerintah mencari penerimaan tambahan melalui pajak. Ia menekankan pungutan pajak dari kalangan orang terkaya di Indonesia.

Ronny mengatakan pajak bisa ditingkatkan dari kekayaan kelompok 1 persen terkaya di RI. Peningkatan pajak dilakukan terhadap kekayaan, bukan perusahaan ataupun investasi kelompok ini.

"Untuk pajak orang kaya terutama kekayaan orang kaya, pajak terhadap barang mewah itu harus ditinggikan karena enggak mungkin orang miskin beli Ferrari, tas Hermes itu, yang orang kaya itu dipajakin tinggi-tinggi juga enggak ada masalah," ujarnya.

[Gambas:Video CNN]

(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER