Perbanas Proyeksi Kredit Bank Cuma Tumbuh 8,7 Persen pada 2025

CNN Indonesia
Jumat, 01 Agu 2025 13:02 WIB
Perbanas memproyeksi penyaluran kredit perbankan hanya tumbuh 8,7 persen sepanjang 2025 atau turun dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 10,6 persen.
Perbanas memproyeksi penyaluran kredit perbankan hanya tumbuh 8,7 persen sepanjang 2025 atau turun dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 10,6 persen. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) memproyeksi penyaluran kredit perbankan hanya tumbuh 8,7 persen sepanjang 2025. Angka itu turun dibandingkan proyeksi sebelumnya, 10,6 persen.

"Memang kredit itu berbagai lembaga menunjukkan bahwa untuk mencapai 10 persen itu agak susah. Jadi kita semua ingin 10 persen, tapi ini proyeksi kita sampai akhir tahun itu diperkirakan sekitar 8,7 persen," ujar Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan Aviliani dalam acara Perbanas Review of Indonesia's Mid-Year Economy (PRIME) 2025 di Le Meridien Hotel Jakarta, Kamis (31/7).

Namun, Aviliani mengatakan proyeksi tersebut merupakan kredit bank secara nasional. Ada juga bank yang diprediksi bisa penyaluran kreditnya bisa menyentuh dua digit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Aviliani merinci permintaan kredit diproyeksi paling banyak dari sektor pertambangan dan penggalian sebesar 23,4 persen. Kemudian disusul sektor transportasi dan pergudangan (20,6 persen), pengadaan listrik, gas, dan air (14,9 persen), dan jasa keuangan dan asuransi (12,4 persen)

Lalu, sektor informasi dan komunikasi (10,4 persen), industri pengolahan (7,7 persen), dan pertanian, kehutanan, dan perikanan (5,6 persen). Selanjutnya, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor (4,2 persen), penyediaan akomodasi dan minum 3,9 persen, dan konstruksi (1 persen).

Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi mengatakan ada lima tantangan utama dalam penyaluran kredit pada tahun ini. Pertama, lemahnya permintaan akibat perlambatan konsumsi dan ekspor.

Kedua, standar kredit masih ketat. Ketiga, biaya dana dan volatilitas bunga di mana Bank Indonesia (BI) memangkas BI-rate ke 5,25 persen tapi transmisi moneter lambat.

Keempat, kualitas aset di mana rasio non performing loan (NPL) naik, yang cenderung menaikkan cost of credit. Kelima, disrupsi digital dan fintech di mana bank digital dan fintech menawarkan pinjaman cepat berbasis data alternatif.

"Jadi tahun 2025 ini strategi penyaluran kredit tidak cukup banyak ekspansi, tapi juga selektif, adaptif, dan berbasis teknologi agak relevan dengan sustainability," ujarnya.

[Gambas:Video CNN]

(fby/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER