Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengisyaratkan bahwa Keputusan Gubernur Anies Baswedan yang merevisi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi 5,1 persen masih menyisakan ruang negosiasi kenaikan upah bagi bisnis yang keok terdampak covid-19.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) Andri Yansah meyebut dalam Kepgub, Anies mencantumkan diktum yang berbunyi, pedoman pelaksanaan pembayaran UMP DKI 2022 selama masa pandemi ditetapkan dengan keputusan Kepala Disnakertrans.
Artinya, sambung dia, pihaknya masih memberikan kemudahan bagi perusahaan-perusahaan yang terdampak pandemi covid-19. Sebab, menurutnya, Pemprov DKI harus menyelamatkan perusahaan yang tidak tumbuh di era pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemprov DKI harus bisa menjamin pekerja yang sektornya kebetulan tumbuh. Kan begitu. Tapi, kami juga harus menyelamatkan perusahaan yang sektornya tidak mengalami pertumbuhan," tegasnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12).
"Nah di SK tersebut, ada ruang tuh bagi pengusaha yang memang enggak tumbuh akan dibahas lagi di Dewan Pengupahan, dia akan menggunakan upah seperti apa," ungkap Andri melanjutkan.
Pun demikian, ia menegaskan bahwa kenaikan UMP DKI 2022 sudah final. Kenaikan UMP bahkan tidak akan direvisi. "Tetapi dalam SK diberikan ruang terhadap perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan pada saat pandemi," jelasnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menerbitkan Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021 tentang UMP 2022. Dengan begitu, Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2022 resmi naik 5,1 persen menjadi Rp4.641.854 per bulan pada tahun depan.
"Menetapkan UMP 2022 di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp4.641.854 per bulan," tulis putusan kesatu aturan yang ditetapkan pada 16 Desember 2021 seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Anies menyatakan ketentuan besaran upah tersebut berlaku mulai 1 Januari 2022. Upah bisa digunakan bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari satu tahun.
Sebelumnya, Anies sempat menetapkan besaran UMP 2022 naik Rp37.749 atau 0,85 persen menjadi Rp4.453.935 per bulan. Namun ia merevisi sendiri keputusannya jadi Rp4.641.854 per bulan sesuai aturan yang baru diterbitkan.